Pemerintah masih menjalin pembahas mengenai utang untuk proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang dikenal dengan nama "Whoosh". Menurut Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, pemerintah masih dalam proses diskusi tentang penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk membayar utang tunggakan dari proyek tersebut. Meski demikian, pembahasannya belum disampaikan secara rinci oleh Airlangga.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto telah menunjukkan kemampuan pemerintah dalam mengatasi polemik utang Whoosh. Ia menyatakan bahwa pemerintah dapat membayar Rp 1,2 triliun per tahun untuk tunggakan dari proyek tersebut dan bahkan menawarkan untuk menyalangi utang dengan uang hasil sitaan dari para koruptor.
Namun, pengamat ekonomi Achmad Nur Hidayat mengungkapkan kekhawatiran bahwa ide ini menarik secara moral namun sulit dijalankan secara kelembagaan. Uang hasil sitaan korupsi masuk sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan harus digunakan melalui mekanisme APBN.
Selain itu, ukuran fluktuatif dari uang rampasan korupsi pun membuat pemerintah sulit untuk menutupi kewajiban tahunan proyek. Menurut Achmad, bahkan dengan total setoran KPK sebesar Rp 637 miliar pada 2024, tidak cukup untuk menutupi kebutuhan cicilan utang Whoosh yang mencapai lebih dari Rp 1,2 triliun per tahun.
Penggunaan dana APBN tanpa aturan khusus juga berisiko menimbulkan persoalan tata kelola dan audit. Menurut Achmad, pemerintah harus lebih berhati-hati dalam menggunakan sumber daya fiskal agar tidak melanggar prinsip keberlanjutan dan menghindari risiko fiskal yang meningkat.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto telah menunjukkan kemampuan pemerintah dalam mengatasi polemik utang Whoosh. Ia menyatakan bahwa pemerintah dapat membayar Rp 1,2 triliun per tahun untuk tunggakan dari proyek tersebut dan bahkan menawarkan untuk menyalangi utang dengan uang hasil sitaan dari para koruptor.
Namun, pengamat ekonomi Achmad Nur Hidayat mengungkapkan kekhawatiran bahwa ide ini menarik secara moral namun sulit dijalankan secara kelembagaan. Uang hasil sitaan korupsi masuk sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan harus digunakan melalui mekanisme APBN.
Selain itu, ukuran fluktuatif dari uang rampasan korupsi pun membuat pemerintah sulit untuk menutupi kewajiban tahunan proyek. Menurut Achmad, bahkan dengan total setoran KPK sebesar Rp 637 miliar pada 2024, tidak cukup untuk menutupi kebutuhan cicilan utang Whoosh yang mencapai lebih dari Rp 1,2 triliun per tahun.
Penggunaan dana APBN tanpa aturan khusus juga berisiko menimbulkan persoalan tata kelola dan audit. Menurut Achmad, pemerintah harus lebih berhati-hati dalam menggunakan sumber daya fiskal agar tidak melanggar prinsip keberlanjutan dan menghindari risiko fiskal yang meningkat.