Amicus Curiae: 12 Tokoh Antikorupsi Berani Menentang Penetapan Tersangka Tanpa Bukti
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) terus menghadapi kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook yang melibatkan mantan Mendikbud, Nadiem Makarim. Menurut Peneliti Senior Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan, Arsil, 12 tokoh antikorupsi mengajukan diri untuk menyampaikan pendapat hukum sebagai Amicus Curiae dalam sidang praperadilan Nadiem Makarim.
Dalam sidang yang dihadiri oleh majelis hakim, Arsil menjelaskan bahwa banyak orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus-kasus korupsi tidak memiliki bukti yang cukup atau tidak jelas alasan pidana mereka. "Apa sebenarnya perbuatan pidana yang terjadi dan apa kaitannya orang tersebut dengan perkara tersebut, kemudian ditetapkan menjadi tersangka," tutur Arsil.
Menurutnya, KUHAP (Kode Hukum Hukum Pidana) tidak mengatur pola penangkapan tersangka dan juga tidak termasuk dalam upaya paksa. Namun, penetapan tersangka ternyata memiliki dampak yang signifikan, baik terhadap reputasi maupun segala macam.
Arsil menginginkan penegakan hukum yang dilakukan secara akuntabel, dengan cukup bukti untuk menjadi tersangka. "Tapi penyidik tentunya juga manusia yang bisa melakukan kesalahan. Kesalahan itu adalah sesuatu yang wajar sebagai manusia. Yang tidak wajar adalah ketika kesalahan tidak dapat dikoreksi atau tidak ada forum atau mekanisme yang efektif untuk mengoreksinya," jelas Arsil.
Dengan mengajukan Amicus Curiae, para tokoh antikorupsi ini berani menentang penetapan tersangka tanpa bukti. Mereka ingin memastikan bahwa penegakan hukum dilakukan dengan adil dan transparan, sehingga tidak ada kesalahan yang dapat dihindari atau dikoreksi.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) terus menghadapi kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook yang melibatkan mantan Mendikbud, Nadiem Makarim. Menurut Peneliti Senior Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan, Arsil, 12 tokoh antikorupsi mengajukan diri untuk menyampaikan pendapat hukum sebagai Amicus Curiae dalam sidang praperadilan Nadiem Makarim.
Dalam sidang yang dihadiri oleh majelis hakim, Arsil menjelaskan bahwa banyak orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus-kasus korupsi tidak memiliki bukti yang cukup atau tidak jelas alasan pidana mereka. "Apa sebenarnya perbuatan pidana yang terjadi dan apa kaitannya orang tersebut dengan perkara tersebut, kemudian ditetapkan menjadi tersangka," tutur Arsil.
Menurutnya, KUHAP (Kode Hukum Hukum Pidana) tidak mengatur pola penangkapan tersangka dan juga tidak termasuk dalam upaya paksa. Namun, penetapan tersangka ternyata memiliki dampak yang signifikan, baik terhadap reputasi maupun segala macam.
Arsil menginginkan penegakan hukum yang dilakukan secara akuntabel, dengan cukup bukti untuk menjadi tersangka. "Tapi penyidik tentunya juga manusia yang bisa melakukan kesalahan. Kesalahan itu adalah sesuatu yang wajar sebagai manusia. Yang tidak wajar adalah ketika kesalahan tidak dapat dikoreksi atau tidak ada forum atau mekanisme yang efektif untuk mengoreksinya," jelas Arsil.
Dengan mengajukan Amicus Curiae, para tokoh antikorupsi ini berani menentang penetapan tersangka tanpa bukti. Mereka ingin memastikan bahwa penegakan hukum dilakukan dengan adil dan transparan, sehingga tidak ada kesalahan yang dapat dihindari atau dikoreksi.