Terpidana Silfester Akan Ajukan PK Kedua di Kasus Fitnah JK, Tapi Apakah Kejaksaan Bisa Melakukannya?
Kasus fitnah dan pencemaran nama baik terhadap Joko Widodo, Presiden RI ke-7, yang melibatkan ketua Umum Relawan Solidaritas Merah Putih Silfester Matutina, masih belum sepenuhnya ditutup. Sebagai terpidana, Silfester sebelumnya telah mengajukan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, namun putusasarnya digugurkan oleh Ketua Majelis Hakim I Ketut Darpawan.
Sekarang, pengacara Silfester, Lechumanan, mengumumkan bahwa mereka akan mengajukan PK kedua. Namun, pertanyaannya, apakah Kejaksaan bisa melaksanakannya? Lechumanan berpendapat bahwa pengajuan PK itu merupakan hak kliennya yang telah diatur oleh Undang-Undang.
"Kami berencana untuk mengajukan lagi PK kedua," ujarnya kepada wartawan. "Oleh sebab itu, kami meminta agar Kejaksaan tidak memaksakan proses eksekusi terhadap relawan Presiden RI."
Namun, apa yang membuat Lechumanan percaya bahwa Kejaksaan bisa melakukannya? Banyak alasan yang dapat dia berikan. Pertama, pengajuan PK itu diatur oleh Undang-Undang, sehingga dirinya meminta agar Kejaksaan tidak memaksakan proses eksekusi terhadap relawan Presiden RI.
Kedua, Lechumanan menilai bahwa proses eksekusi terhadap Silfester juga tidak bisa dilakukan Kejaksaan karena kasusnya sudah kedaluwarsa. Dia berpendapat bahwa putusan Majelis Hakim PN Jaksel yang menolak gugatan Aliansi Rakyat untuk Keadilan dan Kesejahteraan Indonesia (ARUKI) telah membuktikan hal ini.
"Jelas gugatannya ditolak," kata Lechumanan. "Artinya apa? Eksekusi tidak perlu dilaksanakan lagi. Bahwa peristiwa tersebut telah kedaluwarsa dan tidak patut untuk dieksekusi lagi."
Namun, pertanyaannya, apakah Kejaksaan bisa melaksanakan eksekusi terhadap Silfester? Akan menjadi hal yang menarik untuk diawasi dalam kasus ini.
Kasus fitnah dan pencemaran nama baik terhadap Joko Widodo, Presiden RI ke-7, yang melibatkan ketua Umum Relawan Solidaritas Merah Putih Silfester Matutina, masih belum sepenuhnya ditutup. Sebagai terpidana, Silfester sebelumnya telah mengajukan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, namun putusasarnya digugurkan oleh Ketua Majelis Hakim I Ketut Darpawan.
Sekarang, pengacara Silfester, Lechumanan, mengumumkan bahwa mereka akan mengajukan PK kedua. Namun, pertanyaannya, apakah Kejaksaan bisa melaksanakannya? Lechumanan berpendapat bahwa pengajuan PK itu merupakan hak kliennya yang telah diatur oleh Undang-Undang.
"Kami berencana untuk mengajukan lagi PK kedua," ujarnya kepada wartawan. "Oleh sebab itu, kami meminta agar Kejaksaan tidak memaksakan proses eksekusi terhadap relawan Presiden RI."
Namun, apa yang membuat Lechumanan percaya bahwa Kejaksaan bisa melakukannya? Banyak alasan yang dapat dia berikan. Pertama, pengajuan PK itu diatur oleh Undang-Undang, sehingga dirinya meminta agar Kejaksaan tidak memaksakan proses eksekusi terhadap relawan Presiden RI.
Kedua, Lechumanan menilai bahwa proses eksekusi terhadap Silfester juga tidak bisa dilakukan Kejaksaan karena kasusnya sudah kedaluwarsa. Dia berpendapat bahwa putusan Majelis Hakim PN Jaksel yang menolak gugatan Aliansi Rakyat untuk Keadilan dan Kesejahteraan Indonesia (ARUKI) telah membuktikan hal ini.
"Jelas gugatannya ditolak," kata Lechumanan. "Artinya apa? Eksekusi tidak perlu dilaksanakan lagi. Bahwa peristiwa tersebut telah kedaluwarsa dan tidak patut untuk dieksekusi lagi."
Namun, pertanyaannya, apakah Kejaksaan bisa melaksanakan eksekusi terhadap Silfester? Akan menjadi hal yang menarik untuk diawasi dalam kasus ini.