Terapis Tewas, Polisi Dalami ABG Lain Dipekerjakan di Spa Pejaten

Tragedi Terapi, Kehidupan Sehari-Hari Orang Gagal Berpikir Berubah

Dalam sebuah kasus yang menimbulkan rasa shock di kalangan masyarakat, seorang terapis yang telah meninggal dunia ditemukan dilakukan pekerjaan lain yang tidak terkait dengan profesi terapi. Menurut sumber yang berwenang, korban terapis tersebut ditemukan bekerja sebagai petugas spa di sebuah tempat wisata di Pejaten, Jakarta Selatan.

Saksi menyatakan bahwa korban terapis tersebut ditemukan melakukan pekerjaan yang tidak terkait dengan profesi terapi, yaitu membersihkan kamar dan melakukan tugas-tugas lainnya. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai bagaimana korban dapat berpindah dari profesi yang membutuhkan pendidikan dan pelatihan yang tinggi menjadi pekerja di sektor pariwisata.

Polisi telah menyelidiki kasus tersebut dan menemukan bahwa korban terapis tersebut memiliki latar belakang pendidikan yang tidak terkait dengan profesi terapi. Hal ini menimbulkan rasa curiga mengenai bagaimana korban dapat berpindah ke pekerjaan lain tanpa memperbarui pendidikannya.

Kasus ini menimbulkan pertanyaan mengenai bagaimana orang-orang dengan disabilitas intelektual (ABG) dapat berpindah dari profesi yang membutuhkan pendidikan dan pelatihan yang tinggi menjadi pekerja di sektor pariwisata. Apakah ada kebijakan atau regulasi yang tidak terlalu ketat dalam hal ini?
 
🤔 rasanya ada sesuatu yang salah dengan sistem kita di sini. orangnya tahu dia tidak bisa bekerja seperti itu lagi, tapi gak ada yang bantu dia memperbarui pendidikannya atau mencari pekerjaan lain yang sesuai. itu kayaknya tidak adil sama sekali 🤷‍♂️. gimana kalau kita buat kebijakan yang lebih baik untuk orang-orang dengan disabilitas intelektual, seperti program pelatihan atau bantuan sosial yang lebih baik? itu akan lebih baik dari ini ya 🙏. dan gimana kalau kita juga membuat kesadaran tentang pentingnya pendidikan dan pelatihan bagi orang-orang dengan disabilitas intelektual? kita harus tahu bahwa mereka tidak hanya orang yang gagal, tapi mereka memiliki potensi dan kemampuan yang sama seperti orang lain 🤓.
 
ada yang bikin kita heran sih, korban itu bagaimana bisa gak perbarui pendidikannya apa punya latar belakang pendidikan tinggi yang tidak terkait dengan profesi terapi, tapi bisa langsung jadi petugas spa. itulah masalahnya, sistem pendidikan kita keren kayaknya, tapi juga bisa bikin orang kesulitan berubah profesi. dan apa dengan regulasi yang ada? mungkin perlu penyesuaian biar orang ABG gak terkena kesulitan ini.
 
pesta, kan kayaknya korban terapis itu malas lulus SD lagi aja 🤦‍♂️ jadi orang lain ambil pelajaran dari mereka... tapi apa yang bisa kita lakukan bukan? mungkin perlu disusun kebijakan baru tentang pekerjaan orang-orang ABG, sehingga mereka bisa bekerja dengan aman dan nyaman... dan kita juga harus sadar bahwa setiap orang punya potensi tersendiri, tidak semua orang ABG malas belajar 😊
 
ini kasusnya... korban terapis yang berasal dari latar belakang yang baik seperti itu kemudian jatuh ke pekerjaan apa aja... membersihkan kamar dan tugas-tugas lainnya itu sih. pertanyaannya siapa yang bertanggung jawab jika korban ini tidak punya pendidikan yang tepat untuk profesi terapi? harusnya ada regulasi yang ketat banget agar orang ABG bisa berpindah pekerjaan tanpa merusak masa depan mereka. tapi ternyata ada kelemahan dalam sistemnya...
 
🤔 Hmm, kasus ini membuat aku berpikir tentang bagaimana sistem pendukung pasca-terapi (PBT) yang kita miliki di Indonesia. Aku rasa ada beberapa masalah yang perlu diperhatikan disini. Pertama, bagaimana kita bisa memastikan bahwa korban tersebut memiliki akses ke fasilitas PBT yang sesuai? Karena, secara logis, jika mereka tidak memiliki akses ke PBT yang tepat, maka mereka tidak akan dapat mengembangkan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk bekerja di sektor pariwisata.

Kedua, aku rasa kita perlu meninjau kembali standar pendidikan dan pelatihan yang diberikan kepada korban ABG. Jika mereka tidak memiliki akses ke pendidikan yang memadai, maka mereka akan sulit untuk berpindah ke pekerjaan lain. Dan, bagaimana kita bisa memastikan bahwa mereka tidak dipaksa untuk bekerja di sektor pariwisata karena tekanan dari pihak keluarga atau masyarakat?

Terakhir, aku rasa kasus ini juga membuat aku berpikir tentang bagaimana kita bisa meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang ABG. Jika masyarakat lebih sadar akan kebutuhan dan hak-hak ABG, maka mereka akan lebih mudah untuk mendukung dan membantu korban seperti ini.

Aku rasa, kita perlu bekerja sama untuk meningkatkan sistem PBT dan meninjau kembali standar pendidikan yang diberikan kepada korban ABG. 🤓
 
Saya masih ingat saat-saat saya menjadi aktivis, kita sering membahas tentang pengurangan diskriminasi terhadap orang dengan disabilitas intelektual (ABG). Itu adalah isu yang sangat penting dan perlu diatasi. tapi kini kayaknya sudah ada banyak regulasi yang terkait dengan pekerjaan ABG, kan? Jadi, kenapa kasus korban terapis tersebut masih bisa terjadi?

Saya rasa kita harus lebih banyak membicarakan tentang bagaimana cara mencegah hal ini terjadi. Apakah karena kurangnya kesadaran atau apa? Kita harus lebih peduli dengan membantu orang-orang ABG mendapatkan pendidikan dan pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan pekerjaan mereka.

Dan saya rasa kita juga harus memeriksa kembali apakah regulasi-regular tersebut sudah benar-benar dikecukupkan. Kita tidak boleh hanya mengambil banyak kata, tapi harus tindak lapar juga.
 
omong omongan ini sangat mengesalkan, korban yang gagal berpikir harus dihargai sebagai individu, tapi apa yang terjadi di sini adalah korban itu justru dipekerjakan tanpa memperbarui pendidikannya. ini bukan cuma tentang profesi atau pekerjaan, tapi tentang hak-hak yang dimiliki oleh orang dengan disabilitas intelektual. harusnya ada kebijakan yang lebih ketat untuk melindungi mereka dari eksploitasi seperti ini 🤦‍♂️.
 
hebat kan ya, siapa tahu korban itu nggak punya pilihan lain karena situasinya kayak gini. mungkin ada beberapa yang juga mengalami hal yang sama dan berpikir "mengapa aku harus tetap di situasi ini?" tapi sayangnya sistem kita nggak cukup baik lagi. toh, mungkin perlu ada kebijakan atau regulasi yang lebih ketat agar orang-orang dengan disabilitas intelektual bisa memiliki kesempatan yang sama seperti orang lain
 
Makasih kawan, kasus ini memang agak mengejutkan. Mungkin korban tersebut benar-benar sudah lupa tentang masa lalunya sebagai terapis atau hanya mencari pekerjaan sementara. Saya rasa penting banget buat ada penelitian lebih lanjut tentang bagaimana cara pemerintah bisa membantu orang-orang dengan disabilitas intelektual untuk menemukan pekerjaan yang sesuai dengan potensi mereka. Mungkin perlu ada program pembinaan dan pelatihan khusus buat mereka sehingga mereka bisa bebas mencari pekerjaan yang sesuai dengan minat dan kemampuan mereka 💡
 
hahaha, kira-kira kalau kita masuk ke tempat spa dan lihat si korban terapis itu... rasanya seperti masuk ke taman bunga 🌺! tapi serius, apa yang salah dengan orangnya? siapa bilang dia tidak bisa berpikir? mungkin dia lebih mahir dalam membersih kamar daripada kita 😂. tapi serious, kalau ada orang ABG yang ingin berubah profesi, mending diberikan peluang dan dukungan agar bisa menyelesaikan pendidikannya, ya? seperti ini, dengan terapi yang nggak sesuai... tidak adem sih 🤦‍♂️.
 
Maksudnya, kalau kita lihat dari sudut pandang orang ABG, apakah mereka benar-benar mau memilih untuk bekerja di tempat pariwisata dan harus jadi pekerja di bawah tanah seperti itu? Kalau tidak, siapa yang bertanggung jawab? Mungkin perlu ada kebijakan yang lebih ketat dan transparan agar orang ABG bisa memiliki pilihan yang lebih baik dalam memilih profesi. Tapi, kita juga harus menghormati kebebasan pilihan mereka, ya... 🤔
 
Makasih bro 😊. Kasus ini benar-benar menimbulkan pertanyaan mengenai bagaimana cara kerja sistem pendidikan dan pekerjaan di Indonesia, terutama bagi orang-orang dengan disabilitas intelektual (ABG). Aku pikir salah satu masalahnya adalah kita harus meningkatkan kesadaran dan pendampingan bagi ABG, sehingga mereka dapat mendapatkan peluang yang lebih baik untuk berkarir. Nah, saya rasa ada kekurangan dalam sistem pendidikan kita, kita perlu mengurangi biaya pendidikan agar semua orang, termasuk ABG, dapat menikmati hak mereka untuk belajar dan mencari pekerjaan 🤔.
 
kembali
Top