Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di Tahun Keesokan Pagi masih Dicirikan sebagai Stagnan di Kawasan 5% dan 5,4%
Berdasarkan proyeksi dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun keesokan pagi, yaitu 2026, tidak banyak berubah dari level 5%. Menurut Kepala Apindo, Shinta Widjaja Kamdani, perkuatan daya beli masyarakat, produktivitas serta stabilitas investasi diharapkan dapat memperkuat pertumbuhan ekonomi pada tahun depan.
Shinta menyebut bahwa kuartal I 2026 berpotensi menjadi periode terkuat akibat pengaruh musiman seperti Tahun Baru, Imlek, Ramadan dan Idulfitri. Namun, ia juga mengingatkan bahwa hilangnya faktor musiman tersebut pada kuartal II dan III berpotensi memunculkan stagnasi.
Selain itu, tekanan eksternal masih tetap tinggi akibat tensi geopolitik, fragmentasi perdagangan global serta potensi guncangan kebijakan seperti penerapan tarif resiprokal Amerika Serikat. Shinta juga menyoroti dinamika Laut Cina Selatan, regulasi deforestasi Uni Eropa serta kebijakan Inflation Reduction Act AS yang berpotensi memengaruhi arus perdagangan.
Dalam kondisi tersebut, Apindo melihat pergeseran kebijakan global dapat mempengaruhi perdagangan Indonesia, terutama komoditas strategis dan sektor manufaktur yang terhubung dengan rantai pasok global. Ia menegaskan bahwa tanpa dorongan struktural baru, konsumsi domestik, investasi serta ekspor berbasis hilirisasi harus menjadi motor utama ekonomi 2026.
Pertumbuhan Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 Diperkirakan Berada di Kawasan 2,7% - 2,9%
Dalam hal defisit APBN 2026, menurut proyeksi Apindo, diperkirakan berada pada level 2,7% – 2,9% dari Produk Domestic Bruto (PDB).
Berdasarkan proyeksi dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun keesokan pagi, yaitu 2026, tidak banyak berubah dari level 5%. Menurut Kepala Apindo, Shinta Widjaja Kamdani, perkuatan daya beli masyarakat, produktivitas serta stabilitas investasi diharapkan dapat memperkuat pertumbuhan ekonomi pada tahun depan.
Shinta menyebut bahwa kuartal I 2026 berpotensi menjadi periode terkuat akibat pengaruh musiman seperti Tahun Baru, Imlek, Ramadan dan Idulfitri. Namun, ia juga mengingatkan bahwa hilangnya faktor musiman tersebut pada kuartal II dan III berpotensi memunculkan stagnasi.
Selain itu, tekanan eksternal masih tetap tinggi akibat tensi geopolitik, fragmentasi perdagangan global serta potensi guncangan kebijakan seperti penerapan tarif resiprokal Amerika Serikat. Shinta juga menyoroti dinamika Laut Cina Selatan, regulasi deforestasi Uni Eropa serta kebijakan Inflation Reduction Act AS yang berpotensi memengaruhi arus perdagangan.
Dalam kondisi tersebut, Apindo melihat pergeseran kebijakan global dapat mempengaruhi perdagangan Indonesia, terutama komoditas strategis dan sektor manufaktur yang terhubung dengan rantai pasok global. Ia menegaskan bahwa tanpa dorongan struktural baru, konsumsi domestik, investasi serta ekspor berbasis hilirisasi harus menjadi motor utama ekonomi 2026.
Pertumbuhan Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 Diperkirakan Berada di Kawasan 2,7% - 2,9%
Dalam hal defisit APBN 2026, menurut proyeksi Apindo, diperkirakan berada pada level 2,7% – 2,9% dari Produk Domestic Bruto (PDB).