Pemerintah Indonesia telah memulai pembahas tentang aturan pidana mati, salah satu pelaksanaan hukum yang paling kontroversial di negara ini. Wakil Menteri Hukum, Eddy Hiariej, menggelar uji publik Rancangan Undang-Undang (RUU) Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati di Ruang Rapat Soepomo, Sekretariat Jenderal Kemenkum.
Eddy menjelaskan bahwa tujuan dari RUU ini adalah memberikan jaminan pelindungan bagi terpidana mati berdasarkan prinsip hak asasi manusia yang berlandasan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Ia juga menyampaikan bahwa RUU ini akan masuk dalam prioritas tahun 2025 melalui keputusan DPR RI Nomor 23/DPR RI/I/2025-2026 tentang Perubahan Prolegnas RUU Tahun 2025-2029 dan perubahan Kedua Prolegnas Prioritas Tahun 2025.
Eddy menjelaskan bahwa syarat pelaksanaan pidana mati adalah selama masa percobaan terpidana mati tidak menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji. Kemudian, pelaksanaan pidana mati dilakukan tanpa harapan untuk diperbaiki atau telah memasuki masa tunggu. Ia juga menyampaikan bahwa terpidana mati harus telah mengajukan grasi dan grasinya ditolak dan berada dalam kondisi sehat.
Selain itu, Eddy juga menyampaikan usulan pertimbangan pilihan dalam pelaksanaan pidana mati selain tembak mati. Dia menyebut ada pembahasan pelaksanaan pidana mati misalnya melalui eksekusi dengan injeksi atau memakai kursi listrik. Eddy menjelaskan bahwa mungkin secara ilmiah bisa dipertimbangkan, yang mendatangkan kematian paling cepat itu apakah dengan kursi listrik atau dengan tembak mati atau dengan injeksi.
Pembahas tentang aturan pidana mati ini masih dalam tahap awal dan belum jelas bagaimana pelaksanaan hukum ini akan dilakukan di masa depan. Namun, pemerintah Indonesia berharap dapat memberikan jaminan pelindungan bagi terpidana mati dan menghindari kesalahpahaman tentang pelaksanaan pidana mati.
Eddy menjelaskan bahwa tujuan dari RUU ini adalah memberikan jaminan pelindungan bagi terpidana mati berdasarkan prinsip hak asasi manusia yang berlandasan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Ia juga menyampaikan bahwa RUU ini akan masuk dalam prioritas tahun 2025 melalui keputusan DPR RI Nomor 23/DPR RI/I/2025-2026 tentang Perubahan Prolegnas RUU Tahun 2025-2029 dan perubahan Kedua Prolegnas Prioritas Tahun 2025.
Eddy menjelaskan bahwa syarat pelaksanaan pidana mati adalah selama masa percobaan terpidana mati tidak menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji. Kemudian, pelaksanaan pidana mati dilakukan tanpa harapan untuk diperbaiki atau telah memasuki masa tunggu. Ia juga menyampaikan bahwa terpidana mati harus telah mengajukan grasi dan grasinya ditolak dan berada dalam kondisi sehat.
Selain itu, Eddy juga menyampaikan usulan pertimbangan pilihan dalam pelaksanaan pidana mati selain tembak mati. Dia menyebut ada pembahasan pelaksanaan pidana mati misalnya melalui eksekusi dengan injeksi atau memakai kursi listrik. Eddy menjelaskan bahwa mungkin secara ilmiah bisa dipertimbangkan, yang mendatangkan kematian paling cepat itu apakah dengan kursi listrik atau dengan tembak mati atau dengan injeksi.
Pembahas tentang aturan pidana mati ini masih dalam tahap awal dan belum jelas bagaimana pelaksanaan hukum ini akan dilakukan di masa depan. Namun, pemerintah Indonesia berharap dapat memberikan jaminan pelindungan bagi terpidana mati dan menghindari kesalahpahaman tentang pelaksanaan pidana mati.