Amanatun Najariyah, seorang penyintas tragedi Tanjung Priok 1984, berjanji tidak rela kalau Soeharto dijadikan pahlawan nasional. Penolakan tersebut bukan hanya karena luka di masa lalu, tapi masih ia rasakan persoalan ketidakadilan.
"Aku tidak rela kalau Soeharto itu dijadikan pahlawan, karena aku sendiri sampai sekarang tidak mendapatkan pengadilan yang hak untuk diri saya," ucapnya dalam diskusi publik.
Amanatun adalah saksi serta korban kekerasan aparat militer. Saat itu, dirinya ditangkap hanya karena membela kakaknya yang ditahan tanpa ada surat perintah. Dia kemudian dibawa ke Komando Distrik Militer (Kodim) di mana saat itu dia sempat ditelanjangi.
Dia juga menilai bahwa memberi gelar pahlawan kepada Soeharto sama saja dengan menutup mata atas penderitaan korban dan keluarga mereka. "Dengan kondisi seperti itu, pantaskah seorang pemimpin, seorang negarawan kemudian memperlakukan rakyatnya seperti itu? Terus dia punya kebaikan yang satu, terus dijadikan pahlawan, yapi semua perbuatannya jelek, apa bisa masuk akal tidak kalau dia itu seorang pahlawan?"
"Aku tidak rela kalau Soeharto itu dijadikan pahlawan, karena aku sendiri sampai sekarang tidak mendapatkan pengadilan yang hak untuk diri saya," ucapnya dalam diskusi publik.
Amanatun adalah saksi serta korban kekerasan aparat militer. Saat itu, dirinya ditangkap hanya karena membela kakaknya yang ditahan tanpa ada surat perintah. Dia kemudian dibawa ke Komando Distrik Militer (Kodim) di mana saat itu dia sempat ditelanjangi.
Dia juga menilai bahwa memberi gelar pahlawan kepada Soeharto sama saja dengan menutup mata atas penderitaan korban dan keluarga mereka. "Dengan kondisi seperti itu, pantaskah seorang pemimpin, seorang negarawan kemudian memperlakukan rakyatnya seperti itu? Terus dia punya kebaikan yang satu, terus dijadikan pahlawan, yapi semua perbuatannya jelek, apa bisa masuk akal tidak kalau dia itu seorang pahlawan?"