Polda Metro Jaya menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam kasus pencemaran nama baik fitnah dan manipulasi data terkait ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo. Klaster pertama terdiri dari Eggi Sudjana, Kurnia Tri Rohyani, Damai Hari Lubis, Rustam Effendi, dan Muhammad Rizal Fadillah, yang dijerat dengan pasal 310 Pasal, 311 Pasal, 160 KUHP, Pasal 27a Jo, Pasal 45 Ayat 4, dan Pasal 28 Jo UU ITE.
Klaster kedua terdiri dari Roy Suryo, Rismon Hasiholan Sianipar, dan Tifauzia Tyassuma alias dr. Tifa, yang dijerat dengan pasal 310, Pasal 311 KUHP, Pasal 32 Ayat 1 Jo, Pasal 48 Ayat 1, dan Pasal 35 UU ITE.
Menurut Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri, penentuan klaster di atas didasarkan dari fakta penyidikan yang diperoleh penyidik dan sesuai dengan perbuatan hukum yang dilakukan setiap tersangka. Direktur Reserse Kriminal Umum Kombes Iman Imanuddin juga menyebutkan bahwa penentuan klaster ini berdasarkan dari fakta penyidikan yang diperoleh oleh penyidik dan sesuai dengan apa yang dilakukan atau perbuatan hukum yang dilakukan oleh masing-masing tersangka.
Kasus ini merupakan tindak lanjutan dari laporan sejumlah pihak terhadap Roy Suryo cs yang aktif menelusuri keaslian ijazah S1 Jokowi di Universitas Gadjah Mada (UGM). At least six reports of police regarding the accusations of fake degree Jokowi. Dari enam laporan itu, salah satu dilaporkan langsung oleh Jokowi.
Roy Suryo cs sejak awal mengklaim penelusuran terhadap keaslian ijazah Jokowi dilakukan secara ilmiah, menggunakan atau mematuhi kaidah-kaidah penelitian akademis. Mereka bahkan sempat menerbitkan sebuah buku hasil penelusuran ijazah Jokowi yang berjudul "Jokowi's White Paper" dengan tebal sekitar 700 halaman itu.
Merespons status tersangka ini, Roy Suryo berkokoh bahwa apa yang dia lakukan sebatas meneliti dokumen publik. Dia merasa dikriminalisasi di kasus ini. Ia juga mengaku belum memikirkan langkah hukum, akan mendiskusikan hal itu terlebih dahulu dengan kuasa hukum.
Sementara itu, Rismon Hasiholan Sianipar telah menyatakan akan mengajukan praperadilan sebagai perlawanan atas penetapan tersangka ini.
Klaster kedua terdiri dari Roy Suryo, Rismon Hasiholan Sianipar, dan Tifauzia Tyassuma alias dr. Tifa, yang dijerat dengan pasal 310, Pasal 311 KUHP, Pasal 32 Ayat 1 Jo, Pasal 48 Ayat 1, dan Pasal 35 UU ITE.
Menurut Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri, penentuan klaster di atas didasarkan dari fakta penyidikan yang diperoleh penyidik dan sesuai dengan perbuatan hukum yang dilakukan setiap tersangka. Direktur Reserse Kriminal Umum Kombes Iman Imanuddin juga menyebutkan bahwa penentuan klaster ini berdasarkan dari fakta penyidikan yang diperoleh oleh penyidik dan sesuai dengan apa yang dilakukan atau perbuatan hukum yang dilakukan oleh masing-masing tersangka.
Kasus ini merupakan tindak lanjutan dari laporan sejumlah pihak terhadap Roy Suryo cs yang aktif menelusuri keaslian ijazah S1 Jokowi di Universitas Gadjah Mada (UGM). At least six reports of police regarding the accusations of fake degree Jokowi. Dari enam laporan itu, salah satu dilaporkan langsung oleh Jokowi.
Roy Suryo cs sejak awal mengklaim penelusuran terhadap keaslian ijazah Jokowi dilakukan secara ilmiah, menggunakan atau mematuhi kaidah-kaidah penelitian akademis. Mereka bahkan sempat menerbitkan sebuah buku hasil penelusuran ijazah Jokowi yang berjudul "Jokowi's White Paper" dengan tebal sekitar 700 halaman itu.
Merespons status tersangka ini, Roy Suryo berkokoh bahwa apa yang dia lakukan sebatas meneliti dokumen publik. Dia merasa dikriminalisasi di kasus ini. Ia juga mengaku belum memikirkan langkah hukum, akan mendiskusikan hal itu terlebih dahulu dengan kuasa hukum.
Sementara itu, Rismon Hasiholan Sianipar telah menyatakan akan mengajukan praperadilan sebagai perlawanan atas penetapan tersangka ini.