Pemerintah Dinilai Harus Menetapkan Regulasi yang Lebih Seimbang untuk Rokok Elektrik dan Konvensional
Dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya rokok konvensional, pemerintah dinilai perlu menetapkan regulasi yang lebih seimbang dalam aspek harga, promosi, dan area penggunaan terkait rokok elektrik. Ini merupakan hasil kajian bertajuk 'Dinamika Regulasi dan Masa Depan Industri Hasil Tembakau di Indonesia' yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi (PPKE) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (FEB UB).
Menurut Ketua PPKE, Prof Candra Fajri Ananda, terdapat ketidakseimbangan regulasi pada produk rokok elektrik dibandingkan dengan rokok konvensional. Hal ini akan menciptakan insentif konsumsi yang lebih tinggi pada rokok electricity, sehingga akan mendorong pergeseran perilaku konsumen.
Regulasi yang seimbang akan membuat produk electricity tidak lagi dipersepsikan lebih aman atau lebih menarik, dibandingkan produk tembakau legal. Oleh karena itu, pemerintah harus mempertimbangkan pengaturan promosi rokok elektrik di media sosial dan platform daring menjadi hal mendesak, mengingat segmen utama yang disasar adalah kelompok usia muda.
Selain itu, pembatasan akses pembelian online juga perlu ditegakkan, agar penjualan produk terkontrol. Peningkatan tarif cukai terhadap rokok electricity harus diiringi dengan pembatasan area penggunaan, sama halnya dengan regulasi rokok tembakau.
Kebijakan ini akan membantu mencegah persepsi keliru di masyarakat bahwa rokok electricity adalah produk bebas risiko, sekaligus menekan prevalensi penggunaannya di kalangan generasi muda. Faktor-faktor seperti harga yang lebih murah, area penggunaan, dan kemudahan akses pembelian menjadi determinan utama dalam keputusan berpindah ke rokok electricity.
Pergeseran ke rokok electricity berdampak negatif terhadap keberlangsungan industri kretek, karena menyusutnya segmen pasar terutama dari generasi muda dan dewasa awal yang menjadi target utama produk kretek. Dampaknya meliputi penurunan pembelian dan konsumsi harian rokok tembakau legal, penghentian pembelian rutin, serta meningkatnya intensi untuk berhenti membeli rokok tembakau legal.
Dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya rokok konvensional, pemerintah dinilai perlu menetapkan regulasi yang lebih seimbang dalam aspek harga, promosi, dan area penggunaan terkait rokok elektrik. Ini merupakan hasil kajian bertajuk 'Dinamika Regulasi dan Masa Depan Industri Hasil Tembakau di Indonesia' yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi (PPKE) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (FEB UB).
Menurut Ketua PPKE, Prof Candra Fajri Ananda, terdapat ketidakseimbangan regulasi pada produk rokok elektrik dibandingkan dengan rokok konvensional. Hal ini akan menciptakan insentif konsumsi yang lebih tinggi pada rokok electricity, sehingga akan mendorong pergeseran perilaku konsumen.
Regulasi yang seimbang akan membuat produk electricity tidak lagi dipersepsikan lebih aman atau lebih menarik, dibandingkan produk tembakau legal. Oleh karena itu, pemerintah harus mempertimbangkan pengaturan promosi rokok elektrik di media sosial dan platform daring menjadi hal mendesak, mengingat segmen utama yang disasar adalah kelompok usia muda.
Selain itu, pembatasan akses pembelian online juga perlu ditegakkan, agar penjualan produk terkontrol. Peningkatan tarif cukai terhadap rokok electricity harus diiringi dengan pembatasan area penggunaan, sama halnya dengan regulasi rokok tembakau.
Kebijakan ini akan membantu mencegah persepsi keliru di masyarakat bahwa rokok electricity adalah produk bebas risiko, sekaligus menekan prevalensi penggunaannya di kalangan generasi muda. Faktor-faktor seperti harga yang lebih murah, area penggunaan, dan kemudahan akses pembelian menjadi determinan utama dalam keputusan berpindah ke rokok electricity.
Pergeseran ke rokok electricity berdampak negatif terhadap keberlangsungan industri kretek, karena menyusutnya segmen pasar terutama dari generasi muda dan dewasa awal yang menjadi target utama produk kretek. Dampaknya meliputi penurunan pembelian dan konsumsi harian rokok tembakau legal, penghentian pembelian rutin, serta meningkatnya intensi untuk berhenti membeli rokok tembakau legal.