Gestapu Dilewati Orang Kaya dengan Biaya Melawan Pemerintah
Pemerintah menuntut seorang pengusaha sukses yang pernah memenangkan penghargaan 'Hotel Sultan' di Bali, untuk membayar royalti Rp742,5 miliar. Kasus ini menimbulkan keributan di kalangan penggemar hotel yang merasa telah kehilangan aset mereka.
Menurut sumber, Hotel Sultan dibangun pada tahun 1958 dan dipimpin oleh seorang entrepreneur yang sangat sukses pada masa itu. Namun, setelah itu, hotel ini berubah tangan beberapa kali hingga akhirnya jatuh di tangan seorang pengusaha asing.
Pemerintah mengklaim bahwa pengusaha tersebut telah menggunakan tanah negara sebagai bagian dari proyek pembangunan hotel tersebut. Dalam kasus ini, pemerintah menuntut pengusaha tersebut untuk membayar royalti yang telah dikenakan pada penggunaan tanah negara.
Pengusaha tersebut mengklaim bahwa tidak ada bukti apa pun yang dapat membuktikan bahwa tanah tersebut digunakan dalam pembangunan hotel. Namun, pemerintah tetap menetapkan rekeningnya dan meminta pengusaha tersebut untuk membayar royalti yang telah dikenakan.
Kasus ini menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat, terutama di kalangan penggemar hotel yang merasa telah kehilangan aset mereka. Beberapa orang bahkan berteriak kesedihan dan marah di depan kantor pemerintah.
Pemerintah berupaya menjelaskan bahwa penggunaan tanah negara harus dilakukan secara legal dan transparan. Namun, kasus ini menunjukkan bahwa masih banyak masalah yang perlu dibahas dalam mengatur penggunaan lahan negara di Indonesia.
Dalam kesimpulan, pemerintah menuntut seorang pengusaha untuk membayar royalti Rp742,5 miliar karena digunakan tanah negara sebagai bagian dari proyek pembangunan hotel. Kasus ini menimbulkan keributan di kalangan penggemar hotel dan menunjukkan bahwa masih banyak masalah yang perlu dibahas dalam mengatur penggunaan lahan negara di Indonesia.
Pemerintah menuntut seorang pengusaha sukses yang pernah memenangkan penghargaan 'Hotel Sultan' di Bali, untuk membayar royalti Rp742,5 miliar. Kasus ini menimbulkan keributan di kalangan penggemar hotel yang merasa telah kehilangan aset mereka.
Menurut sumber, Hotel Sultan dibangun pada tahun 1958 dan dipimpin oleh seorang entrepreneur yang sangat sukses pada masa itu. Namun, setelah itu, hotel ini berubah tangan beberapa kali hingga akhirnya jatuh di tangan seorang pengusaha asing.
Pemerintah mengklaim bahwa pengusaha tersebut telah menggunakan tanah negara sebagai bagian dari proyek pembangunan hotel tersebut. Dalam kasus ini, pemerintah menuntut pengusaha tersebut untuk membayar royalti yang telah dikenakan pada penggunaan tanah negara.
Pengusaha tersebut mengklaim bahwa tidak ada bukti apa pun yang dapat membuktikan bahwa tanah tersebut digunakan dalam pembangunan hotel. Namun, pemerintah tetap menetapkan rekeningnya dan meminta pengusaha tersebut untuk membayar royalti yang telah dikenakan.
Kasus ini menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat, terutama di kalangan penggemar hotel yang merasa telah kehilangan aset mereka. Beberapa orang bahkan berteriak kesedihan dan marah di depan kantor pemerintah.
Pemerintah berupaya menjelaskan bahwa penggunaan tanah negara harus dilakukan secara legal dan transparan. Namun, kasus ini menunjukkan bahwa masih banyak masalah yang perlu dibahas dalam mengatur penggunaan lahan negara di Indonesia.
Dalam kesimpulan, pemerintah menuntut seorang pengusaha untuk membayar royalti Rp742,5 miliar karena digunakan tanah negara sebagai bagian dari proyek pembangunan hotel. Kasus ini menimbulkan keributan di kalangan penggemar hotel dan menunjukkan bahwa masih banyak masalah yang perlu dibahas dalam mengatur penggunaan lahan negara di Indonesia.