Nadiem Anwar Makarim, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia yang ditahan dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop untuk Program Digitalisasi Pendidikan periode 2019-2022, akan memiliki nasibnya diadili awal pekan depan. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan untuk membacakan putusan pre-trial (Praperadilan) yang diajukan oleh Nadiem selama sidang pada Jumat ini.
Pengadilan tersebut akan menentukan nasib Nadiem dari putusan hakim Ketut Darpawan, yang mengajukan dugaan perbuatan pidana terhadap mantan Menteri itu. Jaksa penyidik mengklaim bahwa ada empat alat bukti sebagaimana Pasal 184 KUHAP yang menyangkut dugaan korupsi pengadaan laptop tersebut.
Namun, advokat senior Hotman Paris Hutapea menyatakan bahwa penetapan tersangka Nadiem oleh Kejaksaan Agung tidak berdasarkan kecukupan dua alat bukti. Ia menegaskan bahwa belum ada kerugian negara berdasarkan audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Kalau harga normal berarti ibarat contoh pembunuh didakwa pembunuhan tapi korbannya hidup, didakwa kerugian negara tapi tidak ada kerugian negara," ucap Hotman dalam sidang tersebut. Ia juga menyinggung bahwa sudah ada audit BPK untuk 3 tahun yang tidak menemukan adanya kesalahan atau korupsi dalam pengadaan laptop.
Sementara itu, Jaksa Penyidik Roy Riady mengklaim bahwa ada empat alat bukti sebagaimana Pasal 184 KUHAP yang menerangkan dugaan perbuatan pidana Nadiem. Ia juga menekankan bahwa pendapat para ahli baik itu dari ahli pemohon dan ahli termohon akan mempengaruhi putusan pengadilan.
Putusan pre-trial ini diharapkan dapat memberikan informasi lebih lanjut tentang nasib Nadiem dan kasus korupsi yang melibatkannya.
Pengadilan tersebut akan menentukan nasib Nadiem dari putusan hakim Ketut Darpawan, yang mengajukan dugaan perbuatan pidana terhadap mantan Menteri itu. Jaksa penyidik mengklaim bahwa ada empat alat bukti sebagaimana Pasal 184 KUHAP yang menyangkut dugaan korupsi pengadaan laptop tersebut.
Namun, advokat senior Hotman Paris Hutapea menyatakan bahwa penetapan tersangka Nadiem oleh Kejaksaan Agung tidak berdasarkan kecukupan dua alat bukti. Ia menegaskan bahwa belum ada kerugian negara berdasarkan audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Kalau harga normal berarti ibarat contoh pembunuh didakwa pembunuhan tapi korbannya hidup, didakwa kerugian negara tapi tidak ada kerugian negara," ucap Hotman dalam sidang tersebut. Ia juga menyinggung bahwa sudah ada audit BPK untuk 3 tahun yang tidak menemukan adanya kesalahan atau korupsi dalam pengadaan laptop.
Sementara itu, Jaksa Penyidik Roy Riady mengklaim bahwa ada empat alat bukti sebagaimana Pasal 184 KUHAP yang menerangkan dugaan perbuatan pidana Nadiem. Ia juga menekankan bahwa pendapat para ahli baik itu dari ahli pemohon dan ahli termohon akan mempengaruhi putusan pengadilan.
Putusan pre-trial ini diharapkan dapat memberikan informasi lebih lanjut tentang nasib Nadiem dan kasus korupsi yang melibatkannya.