Pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan tengah mempersiapkan revisi terbaru Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan yang kini menarik perhatian publik terkait regulasi Lembaga Jasa Keuangan Aset Kripto. Pasal 215A dalam dokumen ini memperkenalkan kerangka regulasi yang lebih jelas dan sistematis untuk mengatur industri aset digital di Indonesia.
Berdasarkan pasal itu, ada lima jenis lembaga jasa keuangan aset kripto yaitu bursa aset keuangan digital, lembaga kliring penjaminan dan penyelesaian perdagangan, pengelola tempat penyimpanan aset digital, pedagang aset keuangan digital, serta lembaga jasa keuangan lain yang bisa beroperasi setelah memperoleh rekomendasi dari bursa dan persetujuan OJK.
Pada revisi RUU ini juga ada ketentuan untuk mengatur pedagang aset kripto yang diperbolehkan menerima konsumen individu dan non individu, serta mewajibkan semua aktivitas teknologi sistem keuangan terdesentralisasi dilakukan melalui pedagang berizin. Dirut Nanovest Billy Surya Jaya mengatakan regulasi ini diharapkan dapat mengurangi risiko operasional di sektor aset digital, serta memperkuat perlindungan konsumen.
Namun, ia juga menekankan pentingnya transparansi dan pengawasan OJK untuk mencegah konsentrasi kekuasaan berlebihan dan menjaga keseimbangan ekosistem kripto nasional. Menurut Billy, revisi RUU ini memberikan fondasi lebih kuat bagi regulasi aset kripto melalui pembagian peran yang jelas, peningkatan standar tata kelola, dan akuntabilitas lebih tegas.
Namun, ia juga menyebutkan bahwa ada kekhawatiran terkait ketentuan Pasal 312A huruf c yang memberikan ruang bagi bursa untuk melakukan perdagangan jual-beli aset kripto layaknya exchange. Menurut Billy, dual-role ini berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, ketidakseimbangan ekosistem, hingga persaingan tidak sehat bagi pelaku industri kripto lokal.
"Dengan demikian, kita harus memastikan bahwa regulasi ini memberikan keseimbangan yang tepat antara pengawasan ketat dan kompetisi sehat agar ekosistem aset digital dapat tumbuh berkelanjutan tanpa mengorbankan inovasi dan kesempatan bagi pelaku baru," tutupnya.
Berdasarkan pasal itu, ada lima jenis lembaga jasa keuangan aset kripto yaitu bursa aset keuangan digital, lembaga kliring penjaminan dan penyelesaian perdagangan, pengelola tempat penyimpanan aset digital, pedagang aset keuangan digital, serta lembaga jasa keuangan lain yang bisa beroperasi setelah memperoleh rekomendasi dari bursa dan persetujuan OJK.
Pada revisi RUU ini juga ada ketentuan untuk mengatur pedagang aset kripto yang diperbolehkan menerima konsumen individu dan non individu, serta mewajibkan semua aktivitas teknologi sistem keuangan terdesentralisasi dilakukan melalui pedagang berizin. Dirut Nanovest Billy Surya Jaya mengatakan regulasi ini diharapkan dapat mengurangi risiko operasional di sektor aset digital, serta memperkuat perlindungan konsumen.
Namun, ia juga menekankan pentingnya transparansi dan pengawasan OJK untuk mencegah konsentrasi kekuasaan berlebihan dan menjaga keseimbangan ekosistem kripto nasional. Menurut Billy, revisi RUU ini memberikan fondasi lebih kuat bagi regulasi aset kripto melalui pembagian peran yang jelas, peningkatan standar tata kelola, dan akuntabilitas lebih tegas.
Namun, ia juga menyebutkan bahwa ada kekhawatiran terkait ketentuan Pasal 312A huruf c yang memberikan ruang bagi bursa untuk melakukan perdagangan jual-beli aset kripto layaknya exchange. Menurut Billy, dual-role ini berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, ketidakseimbangan ekosistem, hingga persaingan tidak sehat bagi pelaku industri kripto lokal.
"Dengan demikian, kita harus memastikan bahwa regulasi ini memberikan keseimbangan yang tepat antara pengawasan ketat dan kompetisi sehat agar ekosistem aset digital dapat tumbuh berkelanjutan tanpa mengorbankan inovasi dan kesempatan bagi pelaku baru," tutupnya.