Pengacara Muzaffar Salim mengajukan gugatan praperadilan di pengadilan negeri Jakarta Selatan, di mana mereka meminta agar tersangka ini dihadirkan di sidang praperadilan. Pengacara tersebut menilai bahwa penyidikan dilakukan secara tidak sah oleh Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya).
Dalam kesimpulan, pengacara mengajukan permohonan agar penetapan Muzaffar sebagai tersangka dinyatakan batal demi hukum. Menurut mereka, tindakan-tindakan yang merupakan bagian dari penyidikan dilakukan secara tidak sah oleh Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya).
Selain itu, pengacara juga menilai bahwa Polda Metro Jaya tidak memperoleh alat bukti secara sah untuk menetapkan Muzaffar sebagai tersangka. "Bahwa karena perolehan alat bukti dilakukan secara tidak sah, menyebabkan penyidikan yang dilakukan oleh Termohon menjadi tidak sah," ujar pengacara.
Poin lain yang dipermasalahkan oleh pengacara adalah tidak adanya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang disampaikan kepada Muzaffar dalam waktu tujuh hari setelah adanya surat perintah penyidikan (sprindik), gelar perkara, maupun penetapan tersangka. Penyidikan juga tidak dilakukan berdasarkan waktu atau tempus delicti yang jelas.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, pengacara meminta agar status tersangka Muzaffar Salim digugurkan. "Menyatakan proses penetapan tersangka terhadap Pemohon berdasarkan Surat Ketetapan tentang Penetapan Tersangka Nomor: SP.Tap/S-4/1539/VIII/2025/Ditreskrimum/Polda Metro Jaya tanggal 30 Agustus 2025 atas nama Muzaffar Salim beserta surat yang berkaitan lainnya dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum," kata pengacara.
Pengacara juga meminta agar penangkapan, penahanan, dan penyitaan terhadap Muzaffar oleh Polda Metro Jaya dinyatakan tidak sah. Hakim juga diminta memerintahkan kepada Polda Metro Jaya untuk menghentikan penyidikan terhadap Muzaffar.
Gugatan praperadilan Muzaffar merupakan bagian dari upaya pengacara menguji keabsahan penangkapan terhadap empat aktivis yang ditangkap Polda Metro Jaya pada akhir Agustus 2025. Mereka adalah Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen; aktivis Syahdan Husein; mahasiswa Universitas Riau (UNRI), Khariq Anhar; dan staf Lokataru, Muzaffar Salim.
Dampak dari gugatan praperadilan ini masih belum jelas.
Dalam kesimpulan, pengacara mengajukan permohonan agar penetapan Muzaffar sebagai tersangka dinyatakan batal demi hukum. Menurut mereka, tindakan-tindakan yang merupakan bagian dari penyidikan dilakukan secara tidak sah oleh Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya).
Selain itu, pengacara juga menilai bahwa Polda Metro Jaya tidak memperoleh alat bukti secara sah untuk menetapkan Muzaffar sebagai tersangka. "Bahwa karena perolehan alat bukti dilakukan secara tidak sah, menyebabkan penyidikan yang dilakukan oleh Termohon menjadi tidak sah," ujar pengacara.
Poin lain yang dipermasalahkan oleh pengacara adalah tidak adanya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang disampaikan kepada Muzaffar dalam waktu tujuh hari setelah adanya surat perintah penyidikan (sprindik), gelar perkara, maupun penetapan tersangka. Penyidikan juga tidak dilakukan berdasarkan waktu atau tempus delicti yang jelas.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, pengacara meminta agar status tersangka Muzaffar Salim digugurkan. "Menyatakan proses penetapan tersangka terhadap Pemohon berdasarkan Surat Ketetapan tentang Penetapan Tersangka Nomor: SP.Tap/S-4/1539/VIII/2025/Ditreskrimum/Polda Metro Jaya tanggal 30 Agustus 2025 atas nama Muzaffar Salim beserta surat yang berkaitan lainnya dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum," kata pengacara.
Pengacara juga meminta agar penangkapan, penahanan, dan penyitaan terhadap Muzaffar oleh Polda Metro Jaya dinyatakan tidak sah. Hakim juga diminta memerintahkan kepada Polda Metro Jaya untuk menghentikan penyidikan terhadap Muzaffar.
Gugatan praperadilan Muzaffar merupakan bagian dari upaya pengacara menguji keabsahan penangkapan terhadap empat aktivis yang ditangkap Polda Metro Jaya pada akhir Agustus 2025. Mereka adalah Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen; aktivis Syahdan Husein; mahasiswa Universitas Riau (UNRI), Khariq Anhar; dan staf Lokataru, Muzaffar Salim.
Dampak dari gugatan praperadilan ini masih belum jelas.