Kejaksaan Agung Dijajah untuk Memproses Hukum Mantan Kepala Kejaksaan Jakarta Barat yang Diduga Menerima Uang Rp500 Juta
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendesak Kejaksaan Agung untuk memproses hukum mantan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat (Kajari Jakbar), Hendri Antoro, karena diduga menerima uang Rp500 juta dari hasil penggelapan barang bukti kasus robot trading Fahrenheit.
"Memang sebaiknya dan saya mendesak itu diproses pidana juga jika cukup alat bukti," kata Koordinator Maki Boyamin Saiman. Menurutnya, jika dalam proses etik ditemukan unsur dugaan pelanggaran, maka dapat ditindaklanjuti oleh jaksa untuk mencari unsur pidana di dalamnya.
Boyamin menjelaskan bahwa kadang-kadang etik itu belum ada bukti secara hukum, namun masih perlu dilakukan tindakan. "Saya minta kepada Kejagung untuk memproses pidana jika ada alat buktinya," katanya.
Maka, apa yang terjadi sebelumnya? Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Anang Supriatna mengklaim telah memberikan sanksi terberat berupa pencopotan kepada Hendri usai menjalani pemeriksaan internal.
"Itu (pencopotan) sudah (sanksi) terberat," kata Anang. Namun, ia enggan berkomentar lebih jauh tentang penindakan pidana yang akan diterapkan kepada Hendri.
Kasus ini berawal dari perkara penggelapan uang barang bukti robot trading Fahrenheit yang menjerat mantan jaksa Azam Akhmad Akhsya. Dalam dakwaan itu, Azam disebut membagikan sebagian uang hasil kejahatan kepada sejumlah jaksa lain, termasuk Hendri Antoro sebesar Rp500 juta.
Azam telah divonis 9 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 11 September lalu setelah terbukti mengambil sebagian aset hasil sitaan di kasus robot trading Fahrenheit.
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendesak Kejaksaan Agung untuk memproses hukum mantan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat (Kajari Jakbar), Hendri Antoro, karena diduga menerima uang Rp500 juta dari hasil penggelapan barang bukti kasus robot trading Fahrenheit.
"Memang sebaiknya dan saya mendesak itu diproses pidana juga jika cukup alat bukti," kata Koordinator Maki Boyamin Saiman. Menurutnya, jika dalam proses etik ditemukan unsur dugaan pelanggaran, maka dapat ditindaklanjuti oleh jaksa untuk mencari unsur pidana di dalamnya.
Boyamin menjelaskan bahwa kadang-kadang etik itu belum ada bukti secara hukum, namun masih perlu dilakukan tindakan. "Saya minta kepada Kejagung untuk memproses pidana jika ada alat buktinya," katanya.
Maka, apa yang terjadi sebelumnya? Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Anang Supriatna mengklaim telah memberikan sanksi terberat berupa pencopotan kepada Hendri usai menjalani pemeriksaan internal.
"Itu (pencopotan) sudah (sanksi) terberat," kata Anang. Namun, ia enggan berkomentar lebih jauh tentang penindakan pidana yang akan diterapkan kepada Hendri.
Kasus ini berawal dari perkara penggelapan uang barang bukti robot trading Fahrenheit yang menjerat mantan jaksa Azam Akhmad Akhsya. Dalam dakwaan itu, Azam disebut membagikan sebagian uang hasil kejahatan kepada sejumlah jaksa lain, termasuk Hendri Antoro sebesar Rp500 juta.
Azam telah divonis 9 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 11 September lalu setelah terbukti mengambil sebagian aset hasil sitaan di kasus robot trading Fahrenheit.