Fenomena Pengendara Menghindari Tilang Elektronik dengan Menutup Nomor Kendaraan
Di Jakarta, tercatat fenomena pengendara yang berusaha menutup pelat nomor kendaraan untuk menghindari tilang elektronik. Sumber: Detik
Pemerintah dan Kepolisian masih dalam perjuangan untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat terkait dengan keselamatan berkendara di jalan raya. Fenomena menutup nomor polisi kendaraan untuk menghindari tilang elektronik, menjadi bukti kesadaran hukum yang rendah.
Menurut Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil, fenomena ini memperlihatkan bahwa pengendara masih tidak menyadari bahaya tilang elektronik dan konsekuensinya. "Kondisi ini menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat terhadap hukum yang berlaku di jalan raya masih rendah," katanya.
Namun, menurut Nasir, fenomena ini juga bisa dipicu oleh faktor ekonomi karena tidak ingin bayar denda. Ia menyebutkan bahwa edukasi masif terkait ketertiban berkendara sangat dibutuhkan untuk mencegah hal ini terjadi. "Fenomena tutup nomor polisi kendaraan itu bisa dipicu oleh faktor ekonomi, bukan kesengajaan. Oleh karena itu, perlu adanya edukasi agar hal ini tidak berulang," ujarnya.
Korlantas Polri juga mengakui bahwa fenomena menutup nomor polisi kendaraan sangat menyusahkan dalam penegakan hukum. Irjen Agus Suryonugroho, Kepala Korps Lalu Lintas Polri, menjelaskan bahwa proses penegakan hukum ada tiga cara: melalui tilang elektronik, tilang manual, dan penegakan hukum melalui teguran. "95 persen dari penegakan hukum adalah melalui e-TLE. Tapi masih ada penegakan hukum secara edukatif itu adalah teguran," katanya.
Menurut Irjen Agus, pengendara yang menutup nomor polisi kendaraan harus diangkat sebagai contoh kesalahan dan diberikan kesempatan untuk memahami dan menghindari kesalahan tersebut. "Semoga Kakorlantas dan jajarannya punya jurus jitu untuk menyadarkan pemilik kendaraan agar tidak menutup nopolnya," ujarnya.
Fenomena menutup nomor polisi kendaraan menjadi peringatan bagi pemerintah dan Kepolisian untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terkait dengan ketertiban berkendara.
Di Jakarta, tercatat fenomena pengendara yang berusaha menutup pelat nomor kendaraan untuk menghindari tilang elektronik. Sumber: Detik
Pemerintah dan Kepolisian masih dalam perjuangan untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat terkait dengan keselamatan berkendara di jalan raya. Fenomena menutup nomor polisi kendaraan untuk menghindari tilang elektronik, menjadi bukti kesadaran hukum yang rendah.
Menurut Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil, fenomena ini memperlihatkan bahwa pengendara masih tidak menyadari bahaya tilang elektronik dan konsekuensinya. "Kondisi ini menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat terhadap hukum yang berlaku di jalan raya masih rendah," katanya.
Namun, menurut Nasir, fenomena ini juga bisa dipicu oleh faktor ekonomi karena tidak ingin bayar denda. Ia menyebutkan bahwa edukasi masif terkait ketertiban berkendara sangat dibutuhkan untuk mencegah hal ini terjadi. "Fenomena tutup nomor polisi kendaraan itu bisa dipicu oleh faktor ekonomi, bukan kesengajaan. Oleh karena itu, perlu adanya edukasi agar hal ini tidak berulang," ujarnya.
Korlantas Polri juga mengakui bahwa fenomena menutup nomor polisi kendaraan sangat menyusahkan dalam penegakan hukum. Irjen Agus Suryonugroho, Kepala Korps Lalu Lintas Polri, menjelaskan bahwa proses penegakan hukum ada tiga cara: melalui tilang elektronik, tilang manual, dan penegakan hukum melalui teguran. "95 persen dari penegakan hukum adalah melalui e-TLE. Tapi masih ada penegakan hukum secara edukatif itu adalah teguran," katanya.
Menurut Irjen Agus, pengendara yang menutup nomor polisi kendaraan harus diangkat sebagai contoh kesalahan dan diberikan kesempatan untuk memahami dan menghindari kesalahan tersebut. "Semoga Kakorlantas dan jajarannya punya jurus jitu untuk menyadarkan pemilik kendaraan agar tidak menutup nopolnya," ujarnya.
Fenomena menutup nomor polisi kendaraan menjadi peringatan bagi pemerintah dan Kepolisian untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terkait dengan ketertiban berkendara.