DPR Terkejut dengan Keberatan Masyarakat, Akan Meninjamkan Pengadilan untuk UU Penagihan Hutang
Sebuah perubahan baru yang dituangkan dalam Undang-Undang No. 35/2022 tentang Penagihan Hutang akan dihadapi kecaman dari legislator DPR (Dewan Perwakilan Rakyat). Mereka menilai bahwa peraturan tersebut hanya membuat debt collector semakin bebas dan tidak memberi perlindungan yang cukup bagi korban penagihan hutang.
Menteri Hukum dan HAM (Kemenhukam) Jerman Hendrianus Yohan menekankan bahwa UU ini bertujuan untuk memperkuat mekanisme penagihan hutang agar bisa mengantisipasi ketergantungan orang-orang terhadap usaha usaha keuangan. Ia juga menjelaskan bahwa UU ini memiliki mekanisme pengawasan yang ketat untuk mencegah penagihan hutang yang tidak adil.
Namun, sejumlah legislator DPR, antara lain dari Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Golongan Kekuasaan Religius Indonesia (Golkar), menolak UU tersebut. Mereka mengatakan bahwa peraturan ini hanya memaksakan korban hutang untuk membayar lebih banyak uang, sehingga mereka tidak memiliki pilihan lain selain untuk meminjamkan uang lagi.
"Kita tidak dapat menerima UU penagihan hutang ini. Ini hanya menolong debt collector untuk mengutamakan kepentingan mereka sendiri," kata Wakil Presiden dan anggota DPR dari PAN, Ma'ruf Amin. Ia juga menyarankan agar DPR melakukan perubahan yang lebih signifikan dalam UU tersebut.
Legislator dari Golkar, Siti Nurbaya, mengatakan bahwa UU penagihan hutang ini hanya membuat korban hutang menjadi semakin terjepit dan tidak memiliki akses ke layanan kredit. "Kita harus berhati-hati dalam menentukan peraturan yang akan mempengaruhi nyawa rakyat," kata Siti.
DPR akan melakukan diskusi lebih lanjut tentang UU penagihan hutang ini pada pertemuan minggu depan.
Sebuah perubahan baru yang dituangkan dalam Undang-Undang No. 35/2022 tentang Penagihan Hutang akan dihadapi kecaman dari legislator DPR (Dewan Perwakilan Rakyat). Mereka menilai bahwa peraturan tersebut hanya membuat debt collector semakin bebas dan tidak memberi perlindungan yang cukup bagi korban penagihan hutang.
Menteri Hukum dan HAM (Kemenhukam) Jerman Hendrianus Yohan menekankan bahwa UU ini bertujuan untuk memperkuat mekanisme penagihan hutang agar bisa mengantisipasi ketergantungan orang-orang terhadap usaha usaha keuangan. Ia juga menjelaskan bahwa UU ini memiliki mekanisme pengawasan yang ketat untuk mencegah penagihan hutang yang tidak adil.
Namun, sejumlah legislator DPR, antara lain dari Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Golongan Kekuasaan Religius Indonesia (Golkar), menolak UU tersebut. Mereka mengatakan bahwa peraturan ini hanya memaksakan korban hutang untuk membayar lebih banyak uang, sehingga mereka tidak memiliki pilihan lain selain untuk meminjamkan uang lagi.
"Kita tidak dapat menerima UU penagihan hutang ini. Ini hanya menolong debt collector untuk mengutamakan kepentingan mereka sendiri," kata Wakil Presiden dan anggota DPR dari PAN, Ma'ruf Amin. Ia juga menyarankan agar DPR melakukan perubahan yang lebih signifikan dalam UU tersebut.
Legislator dari Golkar, Siti Nurbaya, mengatakan bahwa UU penagihan hutang ini hanya membuat korban hutang menjadi semakin terjepit dan tidak memiliki akses ke layanan kredit. "Kita harus berhati-hati dalam menentukan peraturan yang akan mempengaruhi nyawa rakyat," kata Siti.
DPR akan melakukan diskusi lebih lanjut tentang UU penagihan hutang ini pada pertemuan minggu depan.