Pemilu di Jakarta akan menghadapi kesulitan karena ada kemungkinan besar kurangnya kursi dalam Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, menurut Ketua KPU DKI Jakarta Wahyu Dinata. Meskipun DPRD DKI sudah memiliki 106 kursi, namun ada kemungkinan bahwa jumlah tersebut akan berkurang menjadi 100 kursi pada pemilu selanjutnya.
Wahyu menjelaskan bahwa ada penjelasan tentang alokasi kursi dalam UU Nomor 29 tahun 2007 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta, yang mengatakan bahwa kursi yang dialokasikan adalah 125 persen maksimal dari kursi yang tersedia. Namun, klausul tersebut tidak ada dalam UU Nomor 2 tahun 2024.
"Kalau kita kembali ke Undang-undang yang lama, di situ ada klausul 125 persen dari maksimal kursi yang disediakan, yang jadi masalah di UU DKJ hal itu tidak muncul," kata Wahyu dalam diskusi tentang penataan daerah pemilihan dan alokasi kursi DPRD DKI Jakarta.
Wahyu juga menjelaskan bahwa jika mengacu data agregat kependudukan per kecamatan (DAK2) yang ditetapkan untuk Pemilu 2024, kursi DPRD Jakarta menjadi 100 kursi, bukan 106. "Berarti berkurang 6," katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta dari Fraksi NasDem, Wibi Andrino, mengatakan bahwa penentuan jumlah kursi dewan seharusnya tidak hanya berdasar jumlah penduduk, tetapi juga pada indikator kesejahteraan dan kebutuhan wilayah. "Soal jumlah kursi DPRD, kita harus melihat indikator kesejahteraan. Jangan sampai politik ini malah menjadi beban baru di tengah sinisme publik terhadap proses politik," kata Wibi.
Wibi berharap revisi UU Pemilu nantinya tak hanya berhenti pada hitung-hitungan angka penduduk, namun juga harus mengedepankan aspek kemaslahatan yang lebih besar untuk kemakmuran masyarakat. "Harapan kita, pembahasan revisi UU Pemilu tidak hanya menghitung jumlah jiwa saja, tapi juga proporsi wilayah terhadap penyelesaian masalah," katanya.
Wahyu menjelaskan bahwa ada penjelasan tentang alokasi kursi dalam UU Nomor 29 tahun 2007 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta, yang mengatakan bahwa kursi yang dialokasikan adalah 125 persen maksimal dari kursi yang tersedia. Namun, klausul tersebut tidak ada dalam UU Nomor 2 tahun 2024.
"Kalau kita kembali ke Undang-undang yang lama, di situ ada klausul 125 persen dari maksimal kursi yang disediakan, yang jadi masalah di UU DKJ hal itu tidak muncul," kata Wahyu dalam diskusi tentang penataan daerah pemilihan dan alokasi kursi DPRD DKI Jakarta.
Wahyu juga menjelaskan bahwa jika mengacu data agregat kependudukan per kecamatan (DAK2) yang ditetapkan untuk Pemilu 2024, kursi DPRD Jakarta menjadi 100 kursi, bukan 106. "Berarti berkurang 6," katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta dari Fraksi NasDem, Wibi Andrino, mengatakan bahwa penentuan jumlah kursi dewan seharusnya tidak hanya berdasar jumlah penduduk, tetapi juga pada indikator kesejahteraan dan kebutuhan wilayah. "Soal jumlah kursi DPRD, kita harus melihat indikator kesejahteraan. Jangan sampai politik ini malah menjadi beban baru di tengah sinisme publik terhadap proses politik," kata Wibi.
Wibi berharap revisi UU Pemilu nantinya tak hanya berhenti pada hitung-hitungan angka penduduk, namun juga harus mengedepankan aspek kemaslahatan yang lebih besar untuk kemakmuran masyarakat. "Harapan kita, pembahasan revisi UU Pemilu tidak hanya menghitung jumlah jiwa saja, tapi juga proporsi wilayah terhadap penyelesaian masalah," katanya.