Komisi VIII DPR RI telah menetapkan aturan baru untuk Umrah Mandiri, yang memungkinkan warga negara Indonesia melakukan ibadah umrah secara mandiri tanpa harus melalui penyelenggara resmi. Namun, tidak semua orang puas dengan keputusan ini.
Abidin Fikri, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, menjelaskan bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah telah memberikan ruang bagi pelaksanaan Umrah Mandiri. Ia menegaskan bahwa negara tidak boleh melarang warganya untuk beribadah, karena itu kekhawatiran sejumlah travel umrah terhadap kemungkinan menurunnya jumlah jemaah tidak perlu dibesar-besarkan.
Skema Umrah Mandiri ini memungkinkan jemaah mengurus seluruh kebutuhan perjalanan secara mandiri, mulai dari pembelian tiket, pengurusan izin, hingga pemilihan hotel. Namun, ia menyebutkan bahwa aktivitas tersebut tetap wajib dilaporkan kepada sistem inovasi Kementerian Haji sebagai bentuk perlindungan dan tata kelola.
Abidin menerangkan pentingnya aturan turunan untuk memastikan keamanan jemaah yang memilih jalur mandiri. Ia menekankan praktik perantara atau menjadi pelaksana ibadah umrah bagi orang lain dengan mengatasnamakan mandiri harus dilarang dan dikenai pidana.
Batasan Umrah Mandiri dapat dibatasi pada anggota keluarga dalam satu Kartu Keluarga (KK), atau yang memiliki hubungan darah dekat. Batasan ini diperlukan untuk mencegah munculnya praktik terselubung Badan Pengelola Umroh (BPU) atau PPIU.
Dengan demikian, Abidin mengimbau agar para travel ibadah umrah tidak perlu khawatir dan negara akan menindak pihak-pihak yang menyalahgunakan ruang Umrah Mandiri.
Abidin Fikri, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, menjelaskan bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah telah memberikan ruang bagi pelaksanaan Umrah Mandiri. Ia menegaskan bahwa negara tidak boleh melarang warganya untuk beribadah, karena itu kekhawatiran sejumlah travel umrah terhadap kemungkinan menurunnya jumlah jemaah tidak perlu dibesar-besarkan.
Skema Umrah Mandiri ini memungkinkan jemaah mengurus seluruh kebutuhan perjalanan secara mandiri, mulai dari pembelian tiket, pengurusan izin, hingga pemilihan hotel. Namun, ia menyebutkan bahwa aktivitas tersebut tetap wajib dilaporkan kepada sistem inovasi Kementerian Haji sebagai bentuk perlindungan dan tata kelola.
Abidin menerangkan pentingnya aturan turunan untuk memastikan keamanan jemaah yang memilih jalur mandiri. Ia menekankan praktik perantara atau menjadi pelaksana ibadah umrah bagi orang lain dengan mengatasnamakan mandiri harus dilarang dan dikenai pidana.
Batasan Umrah Mandiri dapat dibatasi pada anggota keluarga dalam satu Kartu Keluarga (KK), atau yang memiliki hubungan darah dekat. Batasan ini diperlukan untuk mencegah munculnya praktik terselubung Badan Pengelola Umroh (BPU) atau PPIU.
Dengan demikian, Abidin mengimbau agar para travel ibadah umrah tidak perlu khawatir dan negara akan menindak pihak-pihak yang menyalahgunakan ruang Umrah Mandiri.