Komisi III DPR RI dan pemerintah telah menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyesuaian Pidana dalam rapat tingkat I di Jakarta, Selasa lalu. Beberapa fraksi dalam Komisi III DPR RI, termasuk Fraksi Partai Amanat Nasional, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Gerakan Indonnesia Raya dan sebagainya telah menyampaikan pandangannya masing-masing.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Dede Indra Permana meminta persetujuan dari semua anggota fraksi yang hadir untuk membawa RUU Penyesuaian Pidana ke tingkat II atau Rapat Paripurna (rapur) DPR RI di masa mendatang. Setelah beberapa fraksi menyampaikan pandangan mereka, rapat tersebut berakhir dengan kesepakatan semua anggota fraksi yang hadir untuk setuju membawa RUU Penyesuaian Pidana ke tingkat II.
Ternyata, RUU Penyesuaian Pidana ini disusun sebagai upaya melakukan penyesuaian ketentuan pidana dalam UU di luar KUHP, peraturan daerah, dan ketentuan pidana dalam KUHP agar selaras dengan sistem pemidanaan baru. Wakil Menteri Hukum (Wamenkum), Edwar Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej menjelaskan bahwa penyusunan RUU Penyesuaian Pidana ini bertujuan untuk memastikan ketentuan pidana berjalan dalam sistem hukum yang terpadu, konsisten, dan modern serta mencegah ketidakpastian dan tumpang tindih pengaturan.
Eddy juga menjelaskan bahwa pembentukan RUU Penyesuaian pidana didasarkan pada empat pertimbangan utama yaitu perkembangan masyarakat yang membutuhkan harmonisasi pemidanaan dalam undang-undang sektoral dan peraturan daerah agar sesuai dengan asas dan filosofi pemidanaan KUHP, penyesuaian pidana terhadap undang-undang di luar KUHP, penghapusan pidana kurungan, penyesuaian kategori pidana denda dan penataan ulang ancaman pidana agar konsisten dengan buku kesatu KUHP.
Pertimbangan utama tersebut memuat penyesuaian pidana terhadap undang-undang di luar KUHP, penghapusan pidana kurungan, penyesuaian kategori pidana denda dan penataan ulang ancaman pidana agar konsisten dengan buku kesatu KUHP.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Dede Indra Permana meminta persetujuan dari semua anggota fraksi yang hadir untuk membawa RUU Penyesuaian Pidana ke tingkat II atau Rapat Paripurna (rapur) DPR RI di masa mendatang. Setelah beberapa fraksi menyampaikan pandangan mereka, rapat tersebut berakhir dengan kesepakatan semua anggota fraksi yang hadir untuk setuju membawa RUU Penyesuaian Pidana ke tingkat II.
Ternyata, RUU Penyesuaian Pidana ini disusun sebagai upaya melakukan penyesuaian ketentuan pidana dalam UU di luar KUHP, peraturan daerah, dan ketentuan pidana dalam KUHP agar selaras dengan sistem pemidanaan baru. Wakil Menteri Hukum (Wamenkum), Edwar Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej menjelaskan bahwa penyusunan RUU Penyesuaian Pidana ini bertujuan untuk memastikan ketentuan pidana berjalan dalam sistem hukum yang terpadu, konsisten, dan modern serta mencegah ketidakpastian dan tumpang tindih pengaturan.
Eddy juga menjelaskan bahwa pembentukan RUU Penyesuaian pidana didasarkan pada empat pertimbangan utama yaitu perkembangan masyarakat yang membutuhkan harmonisasi pemidanaan dalam undang-undang sektoral dan peraturan daerah agar sesuai dengan asas dan filosofi pemidanaan KUHP, penyesuaian pidana terhadap undang-undang di luar KUHP, penghapusan pidana kurungan, penyesuaian kategori pidana denda dan penataan ulang ancaman pidana agar konsisten dengan buku kesatu KUHP.
Pertimbangan utama tersebut memuat penyesuaian pidana terhadap undang-undang di luar KUHP, penghapusan pidana kurungan, penyesuaian kategori pidana denda dan penataan ulang ancaman pidana agar konsisten dengan buku kesatu KUHP.