"Kemerosotan Ketepatan UU, Panglima TNI Dibebaskan untuk Menentukan Jabatan Sipil"
Di dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK) Kamis 9 Oktober 2025, Ketua MK Suhartoyo menyuarakan ketidakpastian terkait Pasal 47 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia. Pasal ini membuka peluang bagi Panglima TNI untuk menentukan jabatan sipil yang diduduki oleh prajurit TNI.
Suhartoyo menyoroti bahwa ada kontradiksi dalam pasal tersebut, terutama pada ayat 1, 2, dan 3 dengan pasal 5. Pasal 5 berbunyi bahwa pembinaan karier prajurit yang menduduki jabatan tertentu dilaksanakan oleh panglima.
"Bagaimana kalau syarat untuk menduduki jabatan tertentu harus mengundurkan diri atau tidak aktif lagi?" tanya Suhartoyo. "Ini ada semacam kontradiksi in terminis di antara beberapa ayat ini." Menurutnya, ini menimbulkan kekhawatiran bahwa supremasi sipil TNI kemudian masih dikendalikan oleh unsur-unsur dari TNI atau panglima.
Suhartoyo melihat ada kesan bahwa Pemerintah dan DPR tidak menjelaskan dengan jelas mengenai pasal tersebut. "Mungkin Pemerintah atau DPR bisa menjelaskan ini atau nanti ditambahkan dalam keterangannya," katanya.
Dalam persidangan, DPR yang diwakili oleh Ketua Komisi I Utut Adianto dan pemerintah yakni Wakil Menteri Hukum Edward OS Hiariej menjelaskan ikhwal pasal tersebut. Awalnya, mereka menyatakan bahwa pasal ini mempertegas pelaksanaan tugas pokok prajurit TNI sesuai jabatan pada beberapa kementerian atau lembaga.
Namun, Suhartoyo tetap menyoroti bahwa ada kontradiksi dalam pasal tersebut. Dia berharap Pemerintah dan DPR bisa menjelaskan dengan lebih jelas mengenai isu ini di kemudian hari.
Di dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK) Kamis 9 Oktober 2025, Ketua MK Suhartoyo menyuarakan ketidakpastian terkait Pasal 47 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia. Pasal ini membuka peluang bagi Panglima TNI untuk menentukan jabatan sipil yang diduduki oleh prajurit TNI.
Suhartoyo menyoroti bahwa ada kontradiksi dalam pasal tersebut, terutama pada ayat 1, 2, dan 3 dengan pasal 5. Pasal 5 berbunyi bahwa pembinaan karier prajurit yang menduduki jabatan tertentu dilaksanakan oleh panglima.
"Bagaimana kalau syarat untuk menduduki jabatan tertentu harus mengundurkan diri atau tidak aktif lagi?" tanya Suhartoyo. "Ini ada semacam kontradiksi in terminis di antara beberapa ayat ini." Menurutnya, ini menimbulkan kekhawatiran bahwa supremasi sipil TNI kemudian masih dikendalikan oleh unsur-unsur dari TNI atau panglima.
Suhartoyo melihat ada kesan bahwa Pemerintah dan DPR tidak menjelaskan dengan jelas mengenai pasal tersebut. "Mungkin Pemerintah atau DPR bisa menjelaskan ini atau nanti ditambahkan dalam keterangannya," katanya.
Dalam persidangan, DPR yang diwakili oleh Ketua Komisi I Utut Adianto dan pemerintah yakni Wakil Menteri Hukum Edward OS Hiariej menjelaskan ikhwal pasal tersebut. Awalnya, mereka menyatakan bahwa pasal ini mempertegas pelaksanaan tugas pokok prajurit TNI sesuai jabatan pada beberapa kementerian atau lembaga.
Namun, Suhartoyo tetap menyoroti bahwa ada kontradiksi dalam pasal tersebut. Dia berharap Pemerintah dan DPR bisa menjelaskan dengan lebih jelas mengenai isu ini di kemudian hari.