Rakyat Indonesia diminta meningkatkan paham mengenai instrumen obligasi daerah sebagai alternatif pembiayaan yang dapat memperkuat kemandirian fiskal dan pembangunan daerah. Hal ini disampaikan oleh Ketua Fraksi Partai Golkar (FPG) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Melchias Markus Mekeng, selama diskusi bertajuk 'Obligasi Daerah sebagai Salah Satu Alternatif Pembiayaan Daerah dan Instrumen Investasi Publik' di Bandung, Jawa Barat.
Mekeng mengatakan, penerbitan obligasi daerah dapat menjadi instrumen strategis untuk mempercepat pembangunan, terutama saat menghadapi situasi darurat atau bencana. "Kalau obligasi daerah sudah ada undang-undangnya, ini sangat tepat dalam keadaan bencana seperti sekarang. Pemerintah daerah bisa menerbitkan obligasi untuk mempercepat proses pembangunan," katanya.
Selain itu, Mekeng juga menekankan pentingnya regulasi yang kuat untuk penerbitan obligasi daerah. "Kami di FPG MPR RI kini mendorong penyusunan kerangka regulasi yang lebih kuat. Sarasehan nasional yang digelar di tiga wilayah, Sulawesi Utara, Jawa Tengah, dan Jawa Barat, serta puncaknya di Jakarta, menjadi bagian dari upaya menyusun naskah akademis yang nantinya akan dibawa ke DPR," tutupnya.
Mekeng juga mengingatkan bahwa wacana obligasi daerah sudah muncul sejak 1999, tetapi tidak berkembang karena minim regulasi yang memadai. "Padahal, menurut saya, kemandirian fiskal merupakan amanat Pasal 18, 18A, dan 18B UUD 1945," katanya.
Dengan demikian, FPG MPR RI harap pemerintah daerah dapat meningkatkan kesadaran dan kemampuan untuk menerbitkan obligasi daerah sebagai alternatif pembiayaan.
Mekeng mengatakan, penerbitan obligasi daerah dapat menjadi instrumen strategis untuk mempercepat pembangunan, terutama saat menghadapi situasi darurat atau bencana. "Kalau obligasi daerah sudah ada undang-undangnya, ini sangat tepat dalam keadaan bencana seperti sekarang. Pemerintah daerah bisa menerbitkan obligasi untuk mempercepat proses pembangunan," katanya.
Selain itu, Mekeng juga menekankan pentingnya regulasi yang kuat untuk penerbitan obligasi daerah. "Kami di FPG MPR RI kini mendorong penyusunan kerangka regulasi yang lebih kuat. Sarasehan nasional yang digelar di tiga wilayah, Sulawesi Utara, Jawa Tengah, dan Jawa Barat, serta puncaknya di Jakarta, menjadi bagian dari upaya menyusun naskah akademis yang nantinya akan dibawa ke DPR," tutupnya.
Mekeng juga mengingatkan bahwa wacana obligasi daerah sudah muncul sejak 1999, tetapi tidak berkembang karena minim regulasi yang memadai. "Padahal, menurut saya, kemandirian fiskal merupakan amanat Pasal 18, 18A, dan 18B UUD 1945," katanya.
Dengan demikian, FPG MPR RI harap pemerintah daerah dapat meningkatkan kesadaran dan kemampuan untuk menerbitkan obligasi daerah sebagai alternatif pembiayaan.