"Rehabilitasi Ira Puspadewi: Kritik dari Penyelidik KPK yang Pertama Beralih Menjadi Korupsi Penguasa"
Ternyata rehabilitasi Presiden Prabowo Subianto diberikan kepada Ira Puspadewi dan dua orang lainnya, mantan koruptor ASDP Indonesia Ferry. Mantan Penyelidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Praswad Nugraha, mengkritik pemberian rehabilitasi ini sebagai "pukulan keras terhadap agenda pemberantasan korupsi di Indonesia".
"Langkah ini bukan sekadar kebijakan biasa, melainkan sebuah preseden berbahaya yang mengancam fondasi penegakan hukum di negeri ini," kata Praswad. Dia menekankan bahwa penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi tidak boleh diintervensi menggunakan instrumen politik.
Rehabilitasi ini, kata Praswad, merupakan bentuk penghianatan terhadap proses peradilan yang telah berjalan dengan semestinya. Ia menekankan bahwa KPK telah bekerja keras selama bertahun-tahun untuk menangani perkara ASDP yang menjerat Ira dan dua orang lainnya tersebut.
"Keputusan ini menunjukkan dengan tegas bagaimana kekuasaan eksekutif mampu mengintervensi ranah yudikatif secara melawan hukum," kata Praswad. Dia juga menekankan bahwa rehabilitasi ini akan mematikan semangat pemberantasan korupsi di level institusi.
"Tentu saja, pihak KPK harus memperkuat komitmen dalam pemberantasan korupsi dan mengingatkan para pemegang kekuasaan akan tanggung jawab konstitusionalnya," kata Praswad. Ia juga menekankan bahwa rehabilitasi ini adalah sinyal bahwa hukum bisa dinegosiasi, asalkan memiliki kedekatan dengan penguasa.
Rehabilitasi ini diberikan kepada Ira Puspadewi dan dua orang lainnya oleh Presiden Prabowo Subianto setelah mereka dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry, oleh Majelis Hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta.
Ternyata rehabilitasi Presiden Prabowo Subianto diberikan kepada Ira Puspadewi dan dua orang lainnya, mantan koruptor ASDP Indonesia Ferry. Mantan Penyelidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Praswad Nugraha, mengkritik pemberian rehabilitasi ini sebagai "pukulan keras terhadap agenda pemberantasan korupsi di Indonesia".
"Langkah ini bukan sekadar kebijakan biasa, melainkan sebuah preseden berbahaya yang mengancam fondasi penegakan hukum di negeri ini," kata Praswad. Dia menekankan bahwa penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi tidak boleh diintervensi menggunakan instrumen politik.
Rehabilitasi ini, kata Praswad, merupakan bentuk penghianatan terhadap proses peradilan yang telah berjalan dengan semestinya. Ia menekankan bahwa KPK telah bekerja keras selama bertahun-tahun untuk menangani perkara ASDP yang menjerat Ira dan dua orang lainnya tersebut.
"Keputusan ini menunjukkan dengan tegas bagaimana kekuasaan eksekutif mampu mengintervensi ranah yudikatif secara melawan hukum," kata Praswad. Dia juga menekankan bahwa rehabilitasi ini akan mematikan semangat pemberantasan korupsi di level institusi.
"Tentu saja, pihak KPK harus memperkuat komitmen dalam pemberantasan korupsi dan mengingatkan para pemegang kekuasaan akan tanggung jawab konstitusionalnya," kata Praswad. Ia juga menekankan bahwa rehabilitasi ini adalah sinyal bahwa hukum bisa dinegosiasi, asalkan memiliki kedekatan dengan penguasa.
Rehabilitasi ini diberikan kepada Ira Puspadewi dan dua orang lainnya oleh Presiden Prabowo Subianto setelah mereka dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry, oleh Majelis Hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta.