Gubernur Jawa Barat Menerbitkan Peraturan Mengatur Pukulan di Sekolah, Penghakiman Harus Berbasis Pendidikan
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi telah menerbitkan peraturan yang membantah pukulan siswa di sekolah. Ia menekankan bahwa penghakiman terhadap siswa harus berorientasi pada pendidikan, bukan pukulan fisik.
"Jika anak membuat kesalahan, cukup untuk memberikan hukuman pendidikan seperti membersihkan taman, menggores dinding, membersihkan jendela, atau mengelola sampah. Pukulan fisik tidak diizinkan karena berisiko hukum," kata Dedi, menurut pernyataan Pemuda Jawa Barat pada Rabu (12/11/2025).
Kepala Sekretariat Jawa Barat Herman Suryatman menyatakan bahwa peraturan tersebut telah disampaikan kepada semua satuan pendidikan dari SD hingga SMA, termasuk madrasa. Ia menekankan bahwa pendekatan penghakiman terhadap siswa harus berubah dari berbasis pukulan fisik ke berbasis pendidikan dan pembentukan karakter.
"Resolusi masalah anak-anak harus berbasis pendidikan. Tujuannya untuk mencari solusi tanpa membuat masalah baru. Jika ada hukuman, maka harus berdasar pendidikan, bukan membahayakan," katanya, menurut pernyataan Pemuda Jawa Barat pada Rabu (12/11/2025).
Herman menekankan bahwa penghakiman terhadap anak-anak di era digital saat ini saat influensi media sosial semakin kuat. "Anak-anak kini memiliki dinamika yang unik. Pendidikan harus pedagogis bukan sekadar mengajar. Jika tidak dididik dengan benar, kemungkinan besar pengaruh media sosial akan mengalahi saran guru atau orang tua," katanya.
Penerbitan peraturan ini diiringi kasus terjadi pada seorang guru SD Negeri 2 Jalancagak Subang yang menjadi viral. Kasus tersebut berakhir dengan dialog antara guru dan orang tua siswa yang melibatkan polisi, tapi tidak masuk ke dalam pengadilan.
"Kasus ini akan tidak masuk ke dalam pengadilan karena sudah diatasi secara peranisan," kata Dedi Mulyadi pada Pemuda Jawa Barat pada Senin (7/11/2025).
Selama pertemuan, Dedi Mulyadi meminta semua pihak yang terlibat untuk mencapai kesepakatan. Di tempat itu, ia menolak penggunaan tindakan kekerasan dalam proses pendidikan. Pendidikan harus didirikan dengan kuat tapi tidak menyinggung.
Selama pertemuan, Dedi Mulyadi meminta orang tua anak ZR untuk membuat kesepakatan agar anaknya menjadi ayah yang baik. Jika anaknya kembali melanggar aturan di masa depan, orang tua akan memilih program pembentukan karakter di sebuah paskal.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi telah menerbitkan peraturan yang membantah pukulan siswa di sekolah. Ia menekankan bahwa penghakiman terhadap siswa harus berorientasi pada pendidikan, bukan pukulan fisik.
"Jika anak membuat kesalahan, cukup untuk memberikan hukuman pendidikan seperti membersihkan taman, menggores dinding, membersihkan jendela, atau mengelola sampah. Pukulan fisik tidak diizinkan karena berisiko hukum," kata Dedi, menurut pernyataan Pemuda Jawa Barat pada Rabu (12/11/2025).
Kepala Sekretariat Jawa Barat Herman Suryatman menyatakan bahwa peraturan tersebut telah disampaikan kepada semua satuan pendidikan dari SD hingga SMA, termasuk madrasa. Ia menekankan bahwa pendekatan penghakiman terhadap siswa harus berubah dari berbasis pukulan fisik ke berbasis pendidikan dan pembentukan karakter.
"Resolusi masalah anak-anak harus berbasis pendidikan. Tujuannya untuk mencari solusi tanpa membuat masalah baru. Jika ada hukuman, maka harus berdasar pendidikan, bukan membahayakan," katanya, menurut pernyataan Pemuda Jawa Barat pada Rabu (12/11/2025).
Herman menekankan bahwa penghakiman terhadap anak-anak di era digital saat ini saat influensi media sosial semakin kuat. "Anak-anak kini memiliki dinamika yang unik. Pendidikan harus pedagogis bukan sekadar mengajar. Jika tidak dididik dengan benar, kemungkinan besar pengaruh media sosial akan mengalahi saran guru atau orang tua," katanya.
Penerbitan peraturan ini diiringi kasus terjadi pada seorang guru SD Negeri 2 Jalancagak Subang yang menjadi viral. Kasus tersebut berakhir dengan dialog antara guru dan orang tua siswa yang melibatkan polisi, tapi tidak masuk ke dalam pengadilan.
"Kasus ini akan tidak masuk ke dalam pengadilan karena sudah diatasi secara peranisan," kata Dedi Mulyadi pada Pemuda Jawa Barat pada Senin (7/11/2025).
Selama pertemuan, Dedi Mulyadi meminta semua pihak yang terlibat untuk mencapai kesepakatan. Di tempat itu, ia menolak penggunaan tindakan kekerasan dalam proses pendidikan. Pendidikan harus didirikan dengan kuat tapi tidak menyinggung.
Selama pertemuan, Dedi Mulyadi meminta orang tua anak ZR untuk membuat kesepakatan agar anaknya menjadi ayah yang baik. Jika anaknya kembali melanggar aturan di masa depan, orang tua akan memilih program pembentukan karakter di sebuah paskal.