Pembajakan film Indonesia di Telegram membuat warga RI mengalami kecanduan nonton film bajakan. Pengusaha perfilman Indonesia sangat resah karena keterlibatan telepon seluler bersama-sama dengan pengguna media sosial melibatkan penggunaan berbagai platform streaming yang ilegal.
Menurut Hermawan Sutanto, Ketua Umum Asosiasi Video Streaming Indonesia (AVISI), pembajakan film nasional di platform media sosial tersebut mencapai Rp 25 triliun, yang merupakan jumlah yang sangat besar. Jika satu orang menonton film nasional di layanan streaming resmi, maka ada dua tiga kali lagi yang menonton bajakan.
Hermawan mengatakan bahwa Telegram menjadi platform yang marak terjadinya pembajakan film Indonesia. Di platform ini banyak tautan untuk mengakses layanan streaming ilegal, termasuk film-film Indonesia. Tautan tersebut dibagikan secara gratis dan merugikan para kreator serta menggerogoti industri kreatif Indonesia.
Pembajakan di Telegram bukan hanya masalah sepele, tetapi dampaknya nyata dan mengkhawatirkan. Karena aksi ini, kreator kehilangan pendapatan dari hasil jerih payah mereka. Industri kreatif Indonesia, termasuk industri perfilman Indonesia, terancam terhambat oleh praktik pembajakan ini.
Meskipun banyak pihak telah menyuarakan keresahan mereka, upaya untuk menangani pembajakan konten di Telegram masih terkesan lamban. Oleh karena itu, para pembajak makin leluasa menyebarkan konten bajakan mereka dan merugikan pemilik, pembuat, serta konsumen yang ingin menikmati konten secara legal.
Kasus ini membuat warga RI sangat khawatir tentang keberlangsungan industri perfilman Indonesia. Mereka berharap pihak berwenang dapat segera mengambil tindakan untuk menangani pembajakan film di Telegram dan memulihkan keseimbangan ekonomi bagi para pemilik hak cipta.
Menurut Hermawan Sutanto, Ketua Umum Asosiasi Video Streaming Indonesia (AVISI), pembajakan film nasional di platform media sosial tersebut mencapai Rp 25 triliun, yang merupakan jumlah yang sangat besar. Jika satu orang menonton film nasional di layanan streaming resmi, maka ada dua tiga kali lagi yang menonton bajakan.
Hermawan mengatakan bahwa Telegram menjadi platform yang marak terjadinya pembajakan film Indonesia. Di platform ini banyak tautan untuk mengakses layanan streaming ilegal, termasuk film-film Indonesia. Tautan tersebut dibagikan secara gratis dan merugikan para kreator serta menggerogoti industri kreatif Indonesia.
Pembajakan di Telegram bukan hanya masalah sepele, tetapi dampaknya nyata dan mengkhawatirkan. Karena aksi ini, kreator kehilangan pendapatan dari hasil jerih payah mereka. Industri kreatif Indonesia, termasuk industri perfilman Indonesia, terancam terhambat oleh praktik pembajakan ini.
Meskipun banyak pihak telah menyuarakan keresahan mereka, upaya untuk menangani pembajakan konten di Telegram masih terkesan lamban. Oleh karena itu, para pembajak makin leluasa menyebarkan konten bajakan mereka dan merugikan pemilik, pembuat, serta konsumen yang ingin menikmati konten secara legal.
Kasus ini membuat warga RI sangat khawatir tentang keberlangsungan industri perfilman Indonesia. Mereka berharap pihak berwenang dapat segera mengambil tindakan untuk menangani pembajakan film di Telegram dan memulihkan keseimbangan ekonomi bagi para pemilik hak cipta.