Wamendagri Minta Kepala Daerah Bangun Layanan Publik Berbasis Survei
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Wakil Menteri Bima Arya Sugiarto, memanggil semua kepala daerah di Indonesia untuk meningkatkan layanan publik berdasarkan survei. Ia menekankan pentingnya pemimpin daerah melihat keinginan masyarakat sebelum membuat kebijakan.
Bima mengatakan bahwa survei adalah cara efektif paling baik untuk memahami pendapat masyarakat. Namun, tidak semua kepala daerah melakukan survei dengan baik. Mereka hanya mengambil catatan dari faktor elektabilitas saja. Sebaliknya, pemimpin daerah harus melihat kebutuhan masyarakat sebelum membuat kebijakan.
Sebagai contoh, ketika menjadi Wali Kota Bogor pada 2012, Bima melakukan survei untuk mengetahui aspirasi masyarakat setahun sebelum pemilihan. Hasil survei tersebut menempatkan tiga isu utama sebagai perhatian warga, yaitu kemacetan, pengelolaan sampah, dan persepsi tentang inklusivitas kota.
Berdasarkan hasil survei itu, pemerintah kota kemudian menetapkan prioritas pembangunan. Misalnya, pengelolaan sampah dilakukan dari hulu hingga hilir, mulai dari edukasi rumah tangga, pemilahan sampah organik dan non-organik, hingga pengelolaan lanjutan.
Program "Bogorku Bersih" yang terinspirasi dari praktik di Surabaya menjadi bagian dari strategi tersebut dan berkontribusi pada diraihnya kembali Piala Adipura setelah 28 tahun. Di sektor transportasi, Bima menilai bahwa kemacetan Bogor tidak dapat diselesaikan dengan langkah parsial.
Melalui program "Konversi Angkot", tiga angkot digabungkan menjadi satu bus sebagai bagian dari upaya membangun sistem transportasi yang lebih teratur. Ia juga menambahkan bahwa keberhasilan layanan transportasi publik dipengaruhi oleh budaya masyarakat dalam menggunakan angkutan umum.
Bima juga menyoroti pengembangan Kampung Tematik sebagai strategi pemberdayaan ekonomi berbasis komunitas. Wilayah seperti Desa Mulyaharja dan Bojongkerta sebelumnya merupakan kawasan dengan tingkat pendapatan relatif rendah.
Pemerintah Kota Bogor kemudian mengembangkan kampung tematik yang mencakup edukasi bagi generasi muda, penguatan kapasitas perempuan dalam mengelola usaha, serta pengembangan potensi wisata seperti trekking, camping, dan glamping. Program yang dimulai pada masa pandemi Covid-19 tersebut kini memberikan dampak ekonomi bagi warga.
Di akhir paparannya, Bima menegaskan bahwa berbagai contoh tersebut menunjukkan pentingnya membangun ekosistem dalam tata kelola pemerintahan. Menurutnya, kebijakan yang efektif tidak hanya menyelesaikan masalah dalam jangka pendek, tetapi juga memperkuat pemberdayaan masyarakat serta kolaborasi antar-pemangku kepentingan.
" Ini tentang membangun komunitas, memberdayakan masyarakat, dan membangun kolaborasi dengan sebanyak mungkin pemangku kepentingan terkait isu yang sedang kita tangani," tandasnya saat menjadi Keynote Speaker pada acara Design Thinking & User Experience (DTUX) Summit 2025 di Kampus Alam Sutera BINUS University, Kota Tangerang, Banten, Kamis (27/11).
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Wakil Menteri Bima Arya Sugiarto, memanggil semua kepala daerah di Indonesia untuk meningkatkan layanan publik berdasarkan survei. Ia menekankan pentingnya pemimpin daerah melihat keinginan masyarakat sebelum membuat kebijakan.
Bima mengatakan bahwa survei adalah cara efektif paling baik untuk memahami pendapat masyarakat. Namun, tidak semua kepala daerah melakukan survei dengan baik. Mereka hanya mengambil catatan dari faktor elektabilitas saja. Sebaliknya, pemimpin daerah harus melihat kebutuhan masyarakat sebelum membuat kebijakan.
Sebagai contoh, ketika menjadi Wali Kota Bogor pada 2012, Bima melakukan survei untuk mengetahui aspirasi masyarakat setahun sebelum pemilihan. Hasil survei tersebut menempatkan tiga isu utama sebagai perhatian warga, yaitu kemacetan, pengelolaan sampah, dan persepsi tentang inklusivitas kota.
Berdasarkan hasil survei itu, pemerintah kota kemudian menetapkan prioritas pembangunan. Misalnya, pengelolaan sampah dilakukan dari hulu hingga hilir, mulai dari edukasi rumah tangga, pemilahan sampah organik dan non-organik, hingga pengelolaan lanjutan.
Program "Bogorku Bersih" yang terinspirasi dari praktik di Surabaya menjadi bagian dari strategi tersebut dan berkontribusi pada diraihnya kembali Piala Adipura setelah 28 tahun. Di sektor transportasi, Bima menilai bahwa kemacetan Bogor tidak dapat diselesaikan dengan langkah parsial.
Melalui program "Konversi Angkot", tiga angkot digabungkan menjadi satu bus sebagai bagian dari upaya membangun sistem transportasi yang lebih teratur. Ia juga menambahkan bahwa keberhasilan layanan transportasi publik dipengaruhi oleh budaya masyarakat dalam menggunakan angkutan umum.
Bima juga menyoroti pengembangan Kampung Tematik sebagai strategi pemberdayaan ekonomi berbasis komunitas. Wilayah seperti Desa Mulyaharja dan Bojongkerta sebelumnya merupakan kawasan dengan tingkat pendapatan relatif rendah.
Pemerintah Kota Bogor kemudian mengembangkan kampung tematik yang mencakup edukasi bagi generasi muda, penguatan kapasitas perempuan dalam mengelola usaha, serta pengembangan potensi wisata seperti trekking, camping, dan glamping. Program yang dimulai pada masa pandemi Covid-19 tersebut kini memberikan dampak ekonomi bagi warga.
Di akhir paparannya, Bima menegaskan bahwa berbagai contoh tersebut menunjukkan pentingnya membangun ekosistem dalam tata kelola pemerintahan. Menurutnya, kebijakan yang efektif tidak hanya menyelesaikan masalah dalam jangka pendek, tetapi juga memperkuat pemberdayaan masyarakat serta kolaborasi antar-pemangku kepentingan.
" Ini tentang membangun komunitas, memberdayakan masyarakat, dan membangun kolaborasi dengan sebanyak mungkin pemangku kepentingan terkait isu yang sedang kita tangani," tandasnya saat menjadi Keynote Speaker pada acara Design Thinking & User Experience (DTUX) Summit 2025 di Kampus Alam Sutera BINUS University, Kota Tangerang, Banten, Kamis (27/11).