Tentu saja, saya ingin memberikan paraf rasanya berikut ini mengenai artikelnamanya "Wamen ESDM Klaim Tambang Emas Sumatera Jauh dari Lokasi Bencana"
Kemenangan Wamen ESDM dalam menyatakan bahwa lokasi tambang emas di Pulau Sumatera jauh dari tempat bencana banjir bandang, ini memang menimbulkan pertanyaan. Bagaimana bisa demikian? Bagaimana dia tahu itu benar?
Menurut Kemeneg ESDM yang berkedudukan di Jakarta, wilayah kerja mereka jauh dari lokasi bencana tersebut. Padahal, pengelola tambang emas Martabe (PTAR) sendiri dikatakan menyebabkan bencana banjir bandang. Apakah memang tidak ada hubungan antara kedua hal tersebut?
Pak Menteri ESDM Bahlil Lahadalia juga ingin terjun ke tiga provinsi terdampak bencana dan memastikan ketersediaan energi di wilayah yang terkena dampak. Tentu saja itu adalah langkah yang baik, tetapi siapa yang akan bertanggung jawab atas kesalahan tersebut? Siapakah yang akan membayar akibat-akibat bencana tersebut?
Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Melky Nahar sendiri menilai bahwa Sumatera telah diperlakukan sebagai zona pengorbanan untuk tambang mineral dan batu bara. Mungkin memang benar, tetapi bagaimana kita bisa melawan ini? Bagaimana kita bisa membuat perubahan?
Teruslah kita lihat mengenai keadaan di Pulau Sumatera, terutama dengan adanya 271 PPKH yang diberikan untuk tambang tersebut. Apakah kita bisa membuat kebijakan yang lebih baik untuk mencegah bencana seperti ini?
Kemenangan Wamen ESDM dalam menyatakan bahwa lokasi tambang emas di Pulau Sumatera jauh dari tempat bencana banjir bandang, ini memang menimbulkan pertanyaan. Bagaimana bisa demikian? Bagaimana dia tahu itu benar?
Menurut Kemeneg ESDM yang berkedudukan di Jakarta, wilayah kerja mereka jauh dari lokasi bencana tersebut. Padahal, pengelola tambang emas Martabe (PTAR) sendiri dikatakan menyebabkan bencana banjir bandang. Apakah memang tidak ada hubungan antara kedua hal tersebut?
Pak Menteri ESDM Bahlil Lahadalia juga ingin terjun ke tiga provinsi terdampak bencana dan memastikan ketersediaan energi di wilayah yang terkena dampak. Tentu saja itu adalah langkah yang baik, tetapi siapa yang akan bertanggung jawab atas kesalahan tersebut? Siapakah yang akan membayar akibat-akibat bencana tersebut?
Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Melky Nahar sendiri menilai bahwa Sumatera telah diperlakukan sebagai zona pengorbanan untuk tambang mineral dan batu bara. Mungkin memang benar, tetapi bagaimana kita bisa melawan ini? Bagaimana kita bisa membuat perubahan?
Teruslah kita lihat mengenai keadaan di Pulau Sumatera, terutama dengan adanya 271 PPKH yang diberikan untuk tambang tersebut. Apakah kita bisa membuat kebijakan yang lebih baik untuk mencegah bencana seperti ini?