Delapan kabupaten/kota di Sumatra Utara, termasuk Tapanuli Selatan dan Tapanuli Tengah, terdampak banjir bandang dan longsor akibat kegagalan negara mengendalikan kerusakan lingkungan. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatra Utara menuduh beberapa perusahaan sebagai penyebab utama bencana ini.
Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, dan Kota Sibolga menjadi wilayah yang paling terdampak. Pihak Walhi menyatakan bahwa wilayah tersebut merupakan salah satu bentang hutan tropis esensial terakhir di Sumatra Utara.
Walhi menuduh delapan perusahaan sebagai penyebab utama kerusakan lingkungan, yaitu Harangan Tapanuli/Batang Toru, PT. Puncak Jaya Sejahtera, PT. Mandiri Persada Indonesia, PT. Bumi Resources Tbk, PT. Raja Chandra Makmur, PT. Golden Energy & Resources Tbk, dan PT. Sumber Mulia Armanita.
Direktur Eksekutif Walhi Sumatra Utara, Rianda Purba, menyatakan bahwa bencana ini bukti campur tangan manusia melalui kebijakan yang memberi ruang pembukaan hutan. Ia juga menegaskan bahwa pemerintah harus bertindak dan menghukum para pelanggar.
Walhi meminta pemerintah untuk segera menetapkan kebijakan perlindungan ekosistem Batang Toru, melalui Rencana Tata Ruang Wilayaha Kabupaten, Provinsi, dan Nasional secara terpadu. Selain itu, Walhi juga meminta pemerintah untuk memastikan kebutuhan dasar para penyintas bencana dan melakukan evaluasi terhadap wilayah rawan bencana untuk memitigasi kejadian serupa.
Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, dan Kota Sibolga menjadi wilayah yang paling terdampak. Pihak Walhi menyatakan bahwa wilayah tersebut merupakan salah satu bentang hutan tropis esensial terakhir di Sumatra Utara.
Walhi menuduh delapan perusahaan sebagai penyebab utama kerusakan lingkungan, yaitu Harangan Tapanuli/Batang Toru, PT. Puncak Jaya Sejahtera, PT. Mandiri Persada Indonesia, PT. Bumi Resources Tbk, PT. Raja Chandra Makmur, PT. Golden Energy & Resources Tbk, dan PT. Sumber Mulia Armanita.
Direktur Eksekutif Walhi Sumatra Utara, Rianda Purba, menyatakan bahwa bencana ini bukti campur tangan manusia melalui kebijakan yang memberi ruang pembukaan hutan. Ia juga menegaskan bahwa pemerintah harus bertindak dan menghukum para pelanggar.
Walhi meminta pemerintah untuk segera menetapkan kebijakan perlindungan ekosistem Batang Toru, melalui Rencana Tata Ruang Wilayaha Kabupaten, Provinsi, dan Nasional secara terpadu. Selain itu, Walhi juga meminta pemerintah untuk memastikan kebutuhan dasar para penyintas bencana dan melakukan evaluasi terhadap wilayah rawan bencana untuk memitigasi kejadian serupa.