Pasar karbon bukan sekedar instrumen pengurangan emisi, melainkan juga penggerak utama investasi hijau, daya saing ekonomi, dan kemakmuran bersama. Menurut Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno, Indonesia datang ke COP30 dengan pesan kuat bahwa pasar karbon harus menjadi mesin pertumbuhan ekonomi hijau yang inklusif dan berintegritas tinggi.
Eddy juga menekankan peraturan Presiden Nomor 110 Tahun 2025 tentang Nilai Ekonomi Karbon sebagai tonggak penting dalam membangun ekosistem karbon yang kredibel dan terintegrasi dengan tujuan pembangunan nasional serta komitmen iklim global. Indonesia kini tengah memperkuat kerja sama internasional untuk operasionalisasi kerangka kerja Article 6 Paris Agreement, termasuk dengan Singapura, Korea Selatan, Denmark, dan Norwegia.
Strategi pembangunan ekonomi hijau diharapkan menjadi pilar utama menuju pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen per tahun pada 2029. Eddy menekankan bahwa Indonesia memiliki potensi besar dari hutan seluas 126 juta hektare, mangrove 3,3 juta hektare dan potensi penyimpanan karbon (CCS) sebesar 600 gigaton dengan 19 proyek yang sedang dalam tahap persiapan.
Program ini diharapkan menciptakan lebih dari 1,7 juta lapangan kerja hijau dan menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Eddy juga menilai MPR berperan untuk mengawal terbentuknya keselarasan antara investasi, regulasi, dan kerja sama internasional dalam transisi energi Indonesia.
Lebih lanjut, Eddy menjelaskan bahwa program ini diharapkan dapat membantu meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia melalui pembangunan infrastruktur hijau dan energi terbarukan. Dalam kesempatan yang sama, Eddy juga menyerukan kolaborasi global yang lebih erat untuk memastikan ambisi iklim dapat diwujudkan menjadi tindakan nyata.
Dengan demikian, pasar karbon bukan sekadar instrumen pengurangan emisi, tetapi juga platform bagi pertumbuhan ekonomi hijau dan kemakmuran bersama. Eddy Soeparno berharap bahwa program ini dapat membantu menciptakan masa depan yang lebih baik dan berkelanjutan untuk Indonesia serta generasi mendatang.
Eddy juga menekankan peraturan Presiden Nomor 110 Tahun 2025 tentang Nilai Ekonomi Karbon sebagai tonggak penting dalam membangun ekosistem karbon yang kredibel dan terintegrasi dengan tujuan pembangunan nasional serta komitmen iklim global. Indonesia kini tengah memperkuat kerja sama internasional untuk operasionalisasi kerangka kerja Article 6 Paris Agreement, termasuk dengan Singapura, Korea Selatan, Denmark, dan Norwegia.
Strategi pembangunan ekonomi hijau diharapkan menjadi pilar utama menuju pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen per tahun pada 2029. Eddy menekankan bahwa Indonesia memiliki potensi besar dari hutan seluas 126 juta hektare, mangrove 3,3 juta hektare dan potensi penyimpanan karbon (CCS) sebesar 600 gigaton dengan 19 proyek yang sedang dalam tahap persiapan.
Program ini diharapkan menciptakan lebih dari 1,7 juta lapangan kerja hijau dan menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Eddy juga menilai MPR berperan untuk mengawal terbentuknya keselarasan antara investasi, regulasi, dan kerja sama internasional dalam transisi energi Indonesia.
Lebih lanjut, Eddy menjelaskan bahwa program ini diharapkan dapat membantu meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia melalui pembangunan infrastruktur hijau dan energi terbarukan. Dalam kesempatan yang sama, Eddy juga menyerukan kolaborasi global yang lebih erat untuk memastikan ambisi iklim dapat diwujudkan menjadi tindakan nyata.
Dengan demikian, pasar karbon bukan sekadar instrumen pengurangan emisi, tetapi juga platform bagi pertumbuhan ekonomi hijau dan kemakmuran bersama. Eddy Soeparno berharap bahwa program ini dapat membantu menciptakan masa depan yang lebih baik dan berkelanjutan untuk Indonesia serta generasi mendatang.