Utang Pemerintah RI Capai Rp 9.408 T, Rasio 40,30% dari PDB - Kementerian Keuangan mengelola utang dengan strategi yang tepat, kata Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR). Pada akhir kuartal III-2025, posisi utang pemerintah mencapai Rp 9.408,64 triliun.
Posisi ini meningkat sekitar 2,95% dibandingkan pada akhir kuartal II-2025 yang nilai sebesar Rp 9.138,05 triliun. Pada kuartal yang sama, rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 40,30%. Ini meningkat dari sebelumnya 39,86%.
Sementara itu, komposisi utang pemerintah terdiri dari hasil penerbitan Surat Berharga Negara Rp 8.187,55 triliun dan pinjaman Rp 1.221,09 triliun. Pinjaman naik sekitar 6,45% dibanding kuartal sebelumnya yang sebesar Rp 1.147,95 triliun.
Menurut Direktur Jenderal DJPPR Suminto, komposisi utang Pemerintah mayoritas berupa instrumen Surat Berharga Negara (SBN) yang mencapai 87,02%. "Pemerintah mengelola utang secara cermat dan terukur untuk mencapai portofolio utang yang optimal dan mendukung pengembangan pasar keuangan domestik," kata dia.
Direktur Jenderal juga menjelaskan bahwa penerbitan data utang akan mulai dirilis oleh pemerintah dalam periode per kuartal atau tiga bulanan, bukan setiap bulan seperti tahun-tahun sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk memastikan statistik utang sesuai dengan ukuran PDB nasional yang rilis setiap kuartal oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Posisi ini meningkat sekitar 2,95% dibandingkan pada akhir kuartal II-2025 yang nilai sebesar Rp 9.138,05 triliun. Pada kuartal yang sama, rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 40,30%. Ini meningkat dari sebelumnya 39,86%.
Sementara itu, komposisi utang pemerintah terdiri dari hasil penerbitan Surat Berharga Negara Rp 8.187,55 triliun dan pinjaman Rp 1.221,09 triliun. Pinjaman naik sekitar 6,45% dibanding kuartal sebelumnya yang sebesar Rp 1.147,95 triliun.
Menurut Direktur Jenderal DJPPR Suminto, komposisi utang Pemerintah mayoritas berupa instrumen Surat Berharga Negara (SBN) yang mencapai 87,02%. "Pemerintah mengelola utang secara cermat dan terukur untuk mencapai portofolio utang yang optimal dan mendukung pengembangan pasar keuangan domestik," kata dia.
Direktur Jenderal juga menjelaskan bahwa penerbitan data utang akan mulai dirilis oleh pemerintah dalam periode per kuartal atau tiga bulanan, bukan setiap bulan seperti tahun-tahun sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk memastikan statistik utang sesuai dengan ukuran PDB nasional yang rilis setiap kuartal oleh Badan Pusat Statistik (BPS).