Kasus korupsi kredit fiktif yang melibatkan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) terus digali oleh Komisi Pertumbuhan dan Antikorupsi (KPK). Hingga saat ini, penyelidikan masih berlangsung untuk mengetahui seberapa luas penyalahgunaan kredit tersebut. Penyelidikan dilakukan setelah LPEI memberikan fasilitas kredit kepada beberapa perusahaan yang kemudian digunakan tidak sesuai dengan tujuan utama.
Saat ini, penyelidik KPK sedang melakukan wawancara dengan saksi bernama Dendy Wahyu K. Wardhana (DWK), yaitu Kepala Divisi Kepatuhan tahun 2015. Penyelidik ingin mengetahui lebih lanjut tentang proposal pembiayaan yang diberikan oleh LPEI.
Dalam perkara ini, dua orang tersangka sudah ditahan, yaitu Hendarto (HD) sebagai pemilik PT Sakti Mait Jaya Langit (SMJL) dan PT Mega Alam Sejahtera (MA). Selain itu, KPK juga telah menetapkan lima tersangka lain yang juga dituduh melakukan penyalahgunaan kredit tersebut.
Dalam kasus ini, terungkap bahwa Hendarto menggunakan uang kredit LPEI untuk kepentingan pribadinya, seperti pembelian aset dan bermain judi. Oleh karena itu, penyelidik KPK akan terus melakukan pengawasan untuk mengetahui seberapa luas penyalahgunaan tersebut.
LPPK juga mengatakan potensi kerugian negara dari pemberian kredit kepada 11 debitur tersebut berjumlah Rp 11,7 triliun.
Saat ini, penyelidik KPK sedang melakukan wawancara dengan saksi bernama Dendy Wahyu K. Wardhana (DWK), yaitu Kepala Divisi Kepatuhan tahun 2015. Penyelidik ingin mengetahui lebih lanjut tentang proposal pembiayaan yang diberikan oleh LPEI.
Dalam perkara ini, dua orang tersangka sudah ditahan, yaitu Hendarto (HD) sebagai pemilik PT Sakti Mait Jaya Langit (SMJL) dan PT Mega Alam Sejahtera (MA). Selain itu, KPK juga telah menetapkan lima tersangka lain yang juga dituduh melakukan penyalahgunaan kredit tersebut.
Dalam kasus ini, terungkap bahwa Hendarto menggunakan uang kredit LPEI untuk kepentingan pribadinya, seperti pembelian aset dan bermain judi. Oleh karena itu, penyelidik KPK akan terus melakukan pengawasan untuk mengetahui seberapa luas penyalahgunaan tersebut.
LPPK juga mengatakan potensi kerugian negara dari pemberian kredit kepada 11 debitur tersebut berjumlah Rp 11,7 triliun.