Bayangkan langit mendadak gelap, tanah berguncang hebat, lalu ombak setinggi gedung 30 lantai datang menghantam daratan Ambon pada saat ini. Pada tanggal 17 Februari 1674, warga Ambon mengalami kesaksian yang tidak akan pernah dilupakan, ketika tsunami setinggi 100 meter meluluhlantakkan pulau itu.
Gelombang ombak tinggi itu datang dalam sekejap, ribuan orang terseret ke laut. Suara gemuruh air bercampur teriakan membuat suasana seolah dunia benar-benar kiamat. Warga Ambon yang berlari mengejar tsunami ini, di antaranya istrinya dan anak perempuannya sendiri Rumphius, dibunuh oleh gelombang ombak itu.
Dalam catatan Rumphius, seorang ahli botani asal Jerman, lahir kisah tragedi tsunami dahsyat itu. Ia tiba di Ambon pada tahun 1653 setelah berbulan-bulan berlayar dari Portugal. Setelah sempat bertugas sebagai tentara VOC, Rumphius kemudian beralih menjadi peneliti alam dan budaya Ambon.
Rumphius mengetahui bahwa tanah Ambon mengalami likuifaksi karena gempa bumi. Tanah pun menghisap segala sesuatu di atasnya. Ini dibuktikan oleh cerita Rumphius soal "tanah bergerak naik turun seperti lautan".
Gelombang ombak tinggi itu datang dalam sekejap, ribuan orang terseret ke laut. Suara gemuruh air bercampur teriakan membuat suasana seolah dunia benar-benar kiamat. Warga Ambon yang berlari mengejar tsunami ini, di antaranya istrinya dan anak perempuannya sendiri Rumphius, dibunuh oleh gelombang ombak itu.
Dalam catatan Rumphius, seorang ahli botani asal Jerman, lahir kisah tragedi tsunami dahsyat itu. Ia tiba di Ambon pada tahun 1653 setelah berbulan-bulan berlayar dari Portugal. Setelah sempat bertugas sebagai tentara VOC, Rumphius kemudian beralih menjadi peneliti alam dan budaya Ambon.
Rumphius mengetahui bahwa tanah Ambon mengalami likuifaksi karena gempa bumi. Tanah pun menghisap segala sesuatu di atasnya. Ini dibuktikan oleh cerita Rumphius soal "tanah bergerak naik turun seperti lautan".