Pada setiap minggu ketiga di bulan Desember, masyarakat Desa Lelea, Kecamatan Lelea, Kabupaten Indramayu, menggelar Upacara Adat Ngarot. Tradisi ini telah diwariskan selama ratusan tahun dan menjadi simbol regenerasi pertanian di Kabupaten Indramayu.
Upacara ini digelar khusus pada hari Rabu yang dianggap keramat. Ngarot menjadi bentuk ungkapan syukur masyarakat terhadap hasil panen sebelumnya, sekaligus doa untuk keselamatan dan kelancaran musim tanam yang akan datang.
Suasana Desa Lelea dipenuhi arak-arakan puluhan Gadis Ngarot dan para jejaka berbaju pangsi menuju Balai Desa. Diiringi gamelan, sinden, serta wangi bunga kenanga yang memenuhi udara, prosesi tersebut tak hanya memikat warga lokal, tetapi juga menarik perhatian wisatawan.
Tradisi Ngarot memiliki dua akar makna. Dalam bahasa Sunda, "nga-rot" berarti minum atau ngaleueut, sedangkan dalam bahasa Sansekerta, 'ngaruat' berarti terbebas dari kutukan. Dua pengertian ini kemudian menyatu menjadi simbol pembebasan dari marabahaya serta harapan masyarakat untuk dijauhkan dari bencana selama musim tanam berlangsung.
Bagi masyarakat agraris Lelea, Ngarot bukan sekadar tradisi tahunan, tetapi momentum untuk menyampaikan rasa syukur kepada Sang Maha Kuasa atas limpahan panen sebelumnya. Melalui doa bersama dan rangkaian prosesi adat, warga berharap musim tanam berikutnya berjalan lancar, membawa hasil melimpah, serta terhindar dari hama dan bencana alam.
Nilai-nilai spiritual ini menjadikan Ngarot tetap bertahan hingga kini. Masyarakat percaya bahwa kekompakan, kemurnian niat, dan kebersamaan menjadi bagian penting yang menentukan keberhasilan panen.
Salah satu bagian yang paling menarik perhatian dalam tradisi ini adalah kehadiran Gadis Ngarot, para gadis desa yang tampil anggun dengan busana tradisional dan mahkota bunga segar di kepala. Warna-warni bunga termasuk kenanga dan melati, menjadi simbol kesucian sekaligus identitas mereka sebagai generasi muda yang siap terlibat dalam musim tanam.
Sebuah mitos yang masih dipercaya hingga kini menyebutkan bahwa bunga yang dikenakan Gadis Ngarot akan tetap segar selama prosesi berlangsung. Namun jika seorang gadis tidak lagi suci, bunga-bunga tersebut dipercaya akan layu dengan sendirinya.
Kepercayaan ini menjadi salah satu daya tarik yang membuat ritual Ngarot penuh makna bagi masyarakat maupun wisatawan. Para jejaka berbaju pangsi hitam turut mendampingi dalam arak-arakan. Kehadiran mereka menandai kesiapan pemuda desa untuk bekerja bersama di sawah setelah upacara selesai.
Di Balai Desa Lelea, prosesi mencapai puncaknya saat seluruh peserta memasuki untuk melaksanakan ritual dan doa bersama. Alunan gamelan dan lantunan sinden menciptakan suasana khidmat yang menjadi ciri khas tradisi ini.
Ngarot terus menjadi simbol identitas masyarakat Lelea. Tradisi ini tidak hanya dirayakan sebagai bentuk rasa syukur, tetapi juga sebagai sarana melestarikan nilai-nilai adat yang membentuk karakter masyarakat setempat. Di tengah perkembangan zaman, Ngarot justru semakin menonjol sebagai daya tarik wisata budaya yang memperkaya pengalaman para pengunjung.
Sebagai tradisi yang bertahan lintas generasi, Ngarot menjadi pengingat akan pentingnya hubungan manusia dengan alam dan nilai-nilai kehidupan yang diwariskan leluhur.
Upacara ini digelar khusus pada hari Rabu yang dianggap keramat. Ngarot menjadi bentuk ungkapan syukur masyarakat terhadap hasil panen sebelumnya, sekaligus doa untuk keselamatan dan kelancaran musim tanam yang akan datang.
Suasana Desa Lelea dipenuhi arak-arakan puluhan Gadis Ngarot dan para jejaka berbaju pangsi menuju Balai Desa. Diiringi gamelan, sinden, serta wangi bunga kenanga yang memenuhi udara, prosesi tersebut tak hanya memikat warga lokal, tetapi juga menarik perhatian wisatawan.
Tradisi Ngarot memiliki dua akar makna. Dalam bahasa Sunda, "nga-rot" berarti minum atau ngaleueut, sedangkan dalam bahasa Sansekerta, 'ngaruat' berarti terbebas dari kutukan. Dua pengertian ini kemudian menyatu menjadi simbol pembebasan dari marabahaya serta harapan masyarakat untuk dijauhkan dari bencana selama musim tanam berlangsung.
Bagi masyarakat agraris Lelea, Ngarot bukan sekadar tradisi tahunan, tetapi momentum untuk menyampaikan rasa syukur kepada Sang Maha Kuasa atas limpahan panen sebelumnya. Melalui doa bersama dan rangkaian prosesi adat, warga berharap musim tanam berikutnya berjalan lancar, membawa hasil melimpah, serta terhindar dari hama dan bencana alam.
Nilai-nilai spiritual ini menjadikan Ngarot tetap bertahan hingga kini. Masyarakat percaya bahwa kekompakan, kemurnian niat, dan kebersamaan menjadi bagian penting yang menentukan keberhasilan panen.
Salah satu bagian yang paling menarik perhatian dalam tradisi ini adalah kehadiran Gadis Ngarot, para gadis desa yang tampil anggun dengan busana tradisional dan mahkota bunga segar di kepala. Warna-warni bunga termasuk kenanga dan melati, menjadi simbol kesucian sekaligus identitas mereka sebagai generasi muda yang siap terlibat dalam musim tanam.
Sebuah mitos yang masih dipercaya hingga kini menyebutkan bahwa bunga yang dikenakan Gadis Ngarot akan tetap segar selama prosesi berlangsung. Namun jika seorang gadis tidak lagi suci, bunga-bunga tersebut dipercaya akan layu dengan sendirinya.
Kepercayaan ini menjadi salah satu daya tarik yang membuat ritual Ngarot penuh makna bagi masyarakat maupun wisatawan. Para jejaka berbaju pangsi hitam turut mendampingi dalam arak-arakan. Kehadiran mereka menandai kesiapan pemuda desa untuk bekerja bersama di sawah setelah upacara selesai.
Di Balai Desa Lelea, prosesi mencapai puncaknya saat seluruh peserta memasuki untuk melaksanakan ritual dan doa bersama. Alunan gamelan dan lantunan sinden menciptakan suasana khidmat yang menjadi ciri khas tradisi ini.
Ngarot terus menjadi simbol identitas masyarakat Lelea. Tradisi ini tidak hanya dirayakan sebagai bentuk rasa syukur, tetapi juga sebagai sarana melestarikan nilai-nilai adat yang membentuk karakter masyarakat setempat. Di tengah perkembangan zaman, Ngarot justru semakin menonjol sebagai daya tarik wisata budaya yang memperkaya pengalaman para pengunjung.
Sebagai tradisi yang bertahan lintas generasi, Ngarot menjadi pengingat akan pentingnya hubungan manusia dengan alam dan nilai-nilai kehidupan yang diwariskan leluhur.