Bakar Sekolah di Kiwirok, Papua: Kapan Politik akan Menanggung Dampak nyata?
Pada hari Jumat lalu, kejadian bakar sekolah di Kiwirok, Papua menjadi sorotan nasional. Konflik antara TNI-Polri dan TPNPB (Tentara Pemulihan Negara dan Pembangunan) membawa kepanikan bagi warga setempat. Menurut sumber yang dekat dengan kedua belah pihak, konflik tersebut dimulai ketika pasukan TNPBPB mencoba mengintervensi permasalahan di sekolah, tetapi ditolak oleh TNI-Polri.
Saat itu, seorang guru memanggil polisi untuk membantunya menangani anak-anak yang marah dan tidak mau bersekolah. Namun, pasukan TNPBPB, yang dipimpin oleh Kapten Infantri Zaini Abdullah, langsung menyerang. Menurut sumber, TNI-Polri segera bereaksi dengan menembakkan tembakan pengintaian. Kedua belah pihak kemudian saling tuduhan bakar sekolah.
"Saya tidak percaya bahwa polisi bisa melakukan hal seperti itu," kata seorang warga yang mengaku melihat kejadian tersebut. "Mereka hanya ingin mencari peluang untuk menangkap mereka."
Sementara itu, Kapten Zaini Abdullah mengklaim bahwa pasukannya hanya berusaha untuk memulihkan keamanan di daerah tersebut. "Kami tidak ingin bakar sekolah, tapi kami harus melindungi diri dari ancaman," katanya.
Dalam pernyataan resmi, Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, menuduh TPNBPB sebagai pelaku kejahatan. Ia juga meminta agar pasukan tersebut segera digantung.
Namun, apa yang sebenarnya terjadi di Kiwirok? Apakah benar-benar ada ancaman yang membuat pasukan TNI-Polri dan TNPBPB harus bertindak? Atau apakah ini hanya konflik antar kelompok yang tidak perlu menjadi sorotan nasional?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut masih belum terjawab. Yang jelas, kejadian bakar sekolah di Kiwirok Papua telah menempatkan segala pihak untuk mengantisipasi konsekuensi dari peristiwa tersebut.
Pada hari Jumat lalu, kejadian bakar sekolah di Kiwirok, Papua menjadi sorotan nasional. Konflik antara TNI-Polri dan TPNPB (Tentara Pemulihan Negara dan Pembangunan) membawa kepanikan bagi warga setempat. Menurut sumber yang dekat dengan kedua belah pihak, konflik tersebut dimulai ketika pasukan TNPBPB mencoba mengintervensi permasalahan di sekolah, tetapi ditolak oleh TNI-Polri.
Saat itu, seorang guru memanggil polisi untuk membantunya menangani anak-anak yang marah dan tidak mau bersekolah. Namun, pasukan TNPBPB, yang dipimpin oleh Kapten Infantri Zaini Abdullah, langsung menyerang. Menurut sumber, TNI-Polri segera bereaksi dengan menembakkan tembakan pengintaian. Kedua belah pihak kemudian saling tuduhan bakar sekolah.
"Saya tidak percaya bahwa polisi bisa melakukan hal seperti itu," kata seorang warga yang mengaku melihat kejadian tersebut. "Mereka hanya ingin mencari peluang untuk menangkap mereka."
Sementara itu, Kapten Zaini Abdullah mengklaim bahwa pasukannya hanya berusaha untuk memulihkan keamanan di daerah tersebut. "Kami tidak ingin bakar sekolah, tapi kami harus melindungi diri dari ancaman," katanya.
Dalam pernyataan resmi, Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, menuduh TPNBPB sebagai pelaku kejahatan. Ia juga meminta agar pasukan tersebut segera digantung.
Namun, apa yang sebenarnya terjadi di Kiwirok? Apakah benar-benar ada ancaman yang membuat pasukan TNI-Polri dan TNPBPB harus bertindak? Atau apakah ini hanya konflik antar kelompok yang tidak perlu menjadi sorotan nasional?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut masih belum terjawab. Yang jelas, kejadian bakar sekolah di Kiwirok Papua telah menempatkan segala pihak untuk mengantisipasi konsekuensi dari peristiwa tersebut.