Masyarakat kelas bawah sering kali menjadi pendengar musik dangdut karena tembang yang simpel, ngena dan cocok untuk bergoyang mengikuti irama. Namun, jika kegiatan non-komersial seperti pesta rakyat atau hajatan dipungut royalti, itu akan membuat banyak orang merasa tidak adil. Sebagai contoh, Ompong dari Bogor Jawa Barat menilai bahwa musik dangdut pasti masuk ke orang-orang di kampung dan mau lagunya dari siapa juga. Ia mengaku sering memeriahkan acara pernikahan dengan grup organ tunggalnya dan tidak bisa menyangka wacana itu.
Sementara itu, Wafi dari Depok Jawa Barat merasa bahwa musik dangdut akan selalu diterima karena menjadi musik yang ‘simpel’ dan cocok untuk bergoyang mengikuti irama. Ia juga percaya bahwa jika musik dangdut dipungut royalti dalam acara non-komersial, itu bisa membuat ekosistem musik dangdut terancam.
Di sisi lain, Dzulfikri Putra Malawi menilai PAMDI harus lebih cermat lagi pengaturan hak ekonomi bagi pencipta yang termaktub dalam UU Hak Cipta. Ia percaya bahwa penarikan royalti berkeadilan sebaiknya diarahkan terhadap semua jenis musik, bukan hanya artis dangdut.
Sementara itu, pengamat musik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Irfan R Darajat menilai wacana itu jangkel dan menyasar ruang-ruang yang selama ini menjadi basis dukungan terbesar bagi ekosistem dangdut. Ia percaya bahwa jika diskusi tentang royalti seharusnya diperluas ke ekosistem digital, seperti platform streaming di YouTube.
Sementara itu, Wafi dari Depok Jawa Barat merasa bahwa musik dangdut akan selalu diterima karena menjadi musik yang ‘simpel’ dan cocok untuk bergoyang mengikuti irama. Ia juga percaya bahwa jika musik dangdut dipungut royalti dalam acara non-komersial, itu bisa membuat ekosistem musik dangdut terancam.
Di sisi lain, Dzulfikri Putra Malawi menilai PAMDI harus lebih cermat lagi pengaturan hak ekonomi bagi pencipta yang termaktub dalam UU Hak Cipta. Ia percaya bahwa penarikan royalti berkeadilan sebaiknya diarahkan terhadap semua jenis musik, bukan hanya artis dangdut.
Sementara itu, pengamat musik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Irfan R Darajat menilai wacana itu jangkel dan menyasar ruang-ruang yang selama ini menjadi basis dukungan terbesar bagi ekosistem dangdut. Ia percaya bahwa jika diskusi tentang royalti seharusnya diperluas ke ekosistem digital, seperti platform streaming di YouTube.