Tender Proyek WTE Danantara Resmi Dibuka, Fokus Empat Kota Ini

Ternyata proyek Waste to Energy (WTE) yang ditawarkan oleh perusahaan Danantara sudah mulai mekar, meskipun awalnya dikatakan akan berlokasi di tujuh kota. Kini, hanya empat kota yang terpilih sebagai lokasi untuk proyek ini, yaitu Bogor, Bekasi, Denpasar, dan Yogyakarta.

Menurut Managing Director Investasi Danantara, Stefanus Ade Hadiwidjaja, pelelangan untuk empat kota ini sudah dimulai. "Kotanya Bogor, Bekasi, Denpasar, dan Yogyakarta. Itu tendernya sudah dimulai untuk 4 kota ini," kata dia di The Westin Hotel, Jakarta.

Namun, Stefanus menguatkan bahwa penambahan kota akan bergantung pada kesiapan pemerintah daerah masing-masing. "Saat ini empat, tapi akan terus nambah tergantung kesiapan dari masing-masing kota itu," katanya.

Dalam proses lelang ini, tercatat 24 penyedia teknologi yang telah terpilih dari proses seleksi awal. Awalnya, tercatat 200 pihak mendaftar, 60 di antaranya mengajukan aplikasi, dan akhirnya tersaring 24 penyedia yang masuk dalam Daftar Penyedia Terseleksi (DPT).

Stefanus sangat menganjurkan para penyedia teknologi global ini bermitra dengan pemain lokal dan membentuk konsorsium untuk mengembangkan proyek dengan teknologi incinerator tersebut. "Kita sangat manganjurkan dan meng- courage mereka untuk mencari local partner," tegasnya. "Ini program besar yang tidak bisa dijalankan oleh 1, 2, 3 atau 4 pihak. Ini harus bersama-sama."

Ia berharap kolaborasi ini dapat memicu transfer pengetahuan dan teknologi. Ke-24 penyedia teknologi, bersama konsorsiumnya, dapat memilih untuk mengajukan penawaran di satu atau lebih dari empat kota yang telah dibuka.

Untuk jadwal pengumuman pemenang lelang, Stefanus memastikan proses akan berjalan cepat namun tetap memperhatikan tata kelola yang baik. "Kita mau benar-benar rapi, governance-nya juga bagus, dan kita semoga bisa dapat partner baik itu global maupun lokal yang benar-benar terbaik di setiap kota," tuturnya.

Estimasi pengumuman pemenang dan proses groundbreaking diharapkan dapat berlangsung pada Kuartal I tahun 2026. Untuk pembangunan fasilitas WTE ini diperkirakan membutuhkan investasi Rp2,5-Rp3 triliun untuk setiap 1.000 ton sampah di satu titik.
 
omg benar-benar senang banget ari proyek Waste to Energy ini mulai mekar! semoga teknologi incinerator bisa membantu mengurangi limbah yang banyak di Indonesia 🌿💚 Bogor, Bekasi, Denpasar, dan Yogyakarta pasti akan menjadi contoh bagi kota-kota lain untuk menerapkan teknologi ini juga. senang banget ari Stefanus Ade Hadiwidjaja memotivasi penyedia teknologi global untuk bermitra dengan pemain lokal 🤝 semoga kolaborasi ini bisa membawa keuntungan bagi semua pihak dan buat Indonesia menjadi lebih berkelanjutan 🌈
 
omong omong, kalau proyek Waste to Energy itu sudah mulai mekar, tapi masih ada perubahan lokasi tuh... empat kota yang dipilih sih Bogor, Bekasi, Denpasar, dan Yogyakarta, tapi masih bisa nambah lagi kota lainnya kalau pemerintah daerahnya siap aja 🤞. Stefanus Ade Hadiwidjaja itu udah mengatakan bahwa penambahan kota bergantung pada kesiapan pemerintah daerah masing-masing, jadi kita harap-harap semuanya bisa sama-sama siap 🙏.

Dari 200 pihak yang awalnya mendaftar, 24 penyedia teknologi global yang terpilih itu udah ada peran untuk bermitra dengan pemain lokal, dan Stefanus itu sangat menganjurkan mereka itu berkolaborasi dengan pemain lokal dan membentuk konsorsium 🤝. Kalau bisa, itu akan memicu transfer pengetahuan dan teknologi, dan semoga kita bisa mendapatkan partner yang terbaik di setiap kota 😊.

Estimasi pengumuman pemenang lelang dan groundbreaking itu nanti pada Kuartal I tahun 2026, jadi kita harus sabar-sabar aja 🙏. Dan untuk pembangunan fasilitas WTE ini, diperkirakan membutuhkan investasi Rp2,5-Rp3 triliun untuk setiap 1.000 ton sampah di satu titik... itu nanti bakal susah banget! 💸
 
Hmm, proyek Waste to Energy (WTE) itu sebenarnya bisa jadi bisa berarti kita bisa mengurangi pembakaran samada di kota, tapi kayaknya ada yang harus kita perhatikan, gak cuma tentang investasi dan teknologi juga. Kenapa tidak ada prioritas untuk pelatihan sumber daya manusia lokal agar mereka bisa siap-siap dengan teknologi baru ini? Yang penting adalah kita harus bisa menerapkan teknologi ini dengan benar-benar efektif, jangan cuma soal kemampuan teknis tapi juga tentang bagaimana cara kita mengelolanya dengan baik di kota.
 
Gue pikir proyek ini itu nggak benar-benar jelas, apa arti dari lokasi yang ditawarkan? Mereka bilang empat kota aja, tapi kemungkinan lagi ada yang ingin masuk dari luar. Gue already ragu-ragu banget soal ini. Apa kalau ada konflik kepentingan atau tidak? Kita harus waspada dan wasiat.
 
Wahhh, gak sabar sama proyek Waste to Energy nih 🤩. Tapi sih, nggak apa-apa kalau empat kota saja yang terpilih bukan? Bogor, Bekasi, Denpasar, dan Yogyakarta ini sudah cukup deh untuk mulai eksploitasi WTE ya 😂.

Aku pikir proyek ini penting banget, tapi nggak salah juga kalau kota-kota lain yang gak terpilih mau menunggu sampahnya di samping-samping. Gampang sekali ada bau dan kotoran nih 🤢. Jadi, sih, empat kota ini sudah cukup deh untuk mulai. Yang penting, teknologi WTE bisa bermitra dengan pemain lokal dan membuat konsorsium yang bagus 😊.

Tapi, aku penasaran, kenapa harus 4 kota aja? Nggak sih ada kota lain di Indonesia yang mau bergabung nih 🤔. Aku yakin kalau ada konsep yang tepat, banyak pula kota yang mau ikut dan berpartisipasi dalam proyek ini ya 💪.
 
Hmm, empat kota yang dipilih itu agak sedikit terbatas kan? Aku pikir should lebih banyak lagi kota yang ada di Indonesia yang bisa mendapatkan manfaat dari proyek ini 😐. Bogor, Bekasi, Denpasar, dan Yogyakarta itu lumayan juga, tapi nggak apa artinya kalau tidak semua kota dapat mendapatkan kesempatan untuk berkembang seperti ini 🤔. Jika semua kota terpilih maka bisa lebih efektif dalam mengelola sampah dan energi di Indonesia 🌎.
 
Pernyataan Stefanus tentang kerja sama antara penyedia teknologi global dengan pemain lokal membuatku penasaran. Apakah benar-benar mereka mau bekerja sama? Atau ini hanya cerita yang dijual untuk memenuhi kepentingan proyek WTE ini.

Saya masih ragu tentang efektivitas Waste to Energy (WTE) itu sendiri. Bagaimana jika teknologi tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau bahkan merusak lingkungan? Saya juga khawatir investasi Rp2,5-Rp3 triliun untuk setiap 1.000 ton sampah di satu titik tidak akan berakhir dengan baik.

Saya ingin melihat bagaimana penawaran dari penyedia teknologi global ini sebenarnya. Apakah mereka benar-benar peduli dengan kepentingan masyarakat atau hanya ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk meningkatkan pendapatan?
 
kembali
Top