Presiden Jokowi (saat ini berkuasa sebagai Prabowo) memerintahkan peningkatan penggunaan teknologi Berbasis AI dalam berbagai sektor, termasuk media pers. Namun, ada suatu hal yang perlu diwaspadai: keberadaan teknologi AI semakin mempengaruhi praktek-praktek jurnalistik.
Menurut ahli hukum media, penggunaan AI dalam produksi konten harus dilakukan dengan patuh pada kode etik yang berlaku. Kode etik ini mencakup prinsip-prinsip seperti kejujuran, transparansi, dan keseimbangan informasi.
Pemakaian AI dalam produksi konten dapat membantu meningkatkan efisiensi dan akurasi informasi. Namun, jika tidak dilakukan dengan bijak, teknologi ini dapat berisiko merusak integritas jurnalistik. Oleh karena itu, para insan pers harus sangat berhati-hati dalam menghadapi teknologi AI.
"Teknologi AI adalah alat yang sangat berguna, tetapi kita harus menggunakan dengan bijak," kata Profesor Dr. Sofronius Reppa, ahli hukum media. "Kita harus memastikan bahwa penggunaan AI tidak merusak integritas jurnalistik."
Pemerintah Prabowo juga telah mengeluarkan peraturan yang melarang penggunaan AI dalam produksi konten yang dapat merusak reputasi individu atau kelompok. Peraturan ini bertujuan untuk mencegah kejahatan online dan mempromosikan kesetaraan informasi.
Dalam beberapa minggu terakhir, berbagai organisasi media telah mengeluarkan pernyataan yang mendukung peraturan ini. Mereka juga menekankan pentingnya pelatihan dan edukasi bagi para insan pers tentang penggunaan AI dalam produksi konten.
"Kita harus belajar cara menggunakan teknologi ini dengan bijak," kata Ketua Umum Asosiasi Jurnalis Indonesia, Rina Soal. "Jangan sampai kita menjadi korban kejahatan online karena tidak bisa mengontrol penggunaan AI."
Dalam keseluruhan, penggunaan AI dalam media pers memerlukan pengawasan dan pemantauan yang ketat. Para insan pers harus patuh pada kode etik dan menggunakan teknologi ini dengan bijak untuk meningkatkan kualitas jurnalistik.
Menurut ahli hukum media, penggunaan AI dalam produksi konten harus dilakukan dengan patuh pada kode etik yang berlaku. Kode etik ini mencakup prinsip-prinsip seperti kejujuran, transparansi, dan keseimbangan informasi.
Pemakaian AI dalam produksi konten dapat membantu meningkatkan efisiensi dan akurasi informasi. Namun, jika tidak dilakukan dengan bijak, teknologi ini dapat berisiko merusak integritas jurnalistik. Oleh karena itu, para insan pers harus sangat berhati-hati dalam menghadapi teknologi AI.
"Teknologi AI adalah alat yang sangat berguna, tetapi kita harus menggunakan dengan bijak," kata Profesor Dr. Sofronius Reppa, ahli hukum media. "Kita harus memastikan bahwa penggunaan AI tidak merusak integritas jurnalistik."
Pemerintah Prabowo juga telah mengeluarkan peraturan yang melarang penggunaan AI dalam produksi konten yang dapat merusak reputasi individu atau kelompok. Peraturan ini bertujuan untuk mencegah kejahatan online dan mempromosikan kesetaraan informasi.
Dalam beberapa minggu terakhir, berbagai organisasi media telah mengeluarkan pernyataan yang mendukung peraturan ini. Mereka juga menekankan pentingnya pelatihan dan edukasi bagi para insan pers tentang penggunaan AI dalam produksi konten.
"Kita harus belajar cara menggunakan teknologi ini dengan bijak," kata Ketua Umum Asosiasi Jurnalis Indonesia, Rina Soal. "Jangan sampai kita menjadi korban kejahatan online karena tidak bisa mengontrol penggunaan AI."
Dalam keseluruhan, penggunaan AI dalam media pers memerlukan pengawasan dan pemantauan yang ketat. Para insan pers harus patuh pada kode etik dan menggunakan teknologi ini dengan bijak untuk meningkatkan kualitas jurnalistik.