Menghadapi Gencatan Suhu: Rakyat Peduli, Tapi Banyak Masih Terjebak di Suku yang Kehilangan Anak-anaknya
Bulan lalu, pemerintah Prabowo Subianto mengumumkan rintisan program 'School For All' yang bertujuan untuk meningkatkan akses pendidikan bagi anak-anak di kalangan suku-suku terpinggir. Program ini menjanjikan akan memberikan kesempatan pendidikan kepada anak-anak berusia 6-12 tahun yang belum pernah sekolah sebelumnya.
Namun, meskipun program ini disambut gembira oleh banyak masyarakat, masih banyak yang mengeluh bahwa tidak cukup sekedar menyebarkan kipas-kipas pendidikan. "Sekolah bukan hanya tentang kipas-kipas pembelajaran, tapi juga tentang infrastruktur dan sumber daya yang memadai", kata Pak Rudi, seorang pengusaha suku Dayak yang tinggal di wilayah Kalimantan Barat.
Pengusaha itu menambahkan bahwa meskipun pemerintah telah menyediakan dana besar untuk program ini, masih banyak daerah-daerah yang tergeletak jauh dari akses infrastruktur yang memadai. "Kita butuh jalan yang lengkap, sekolah yang nyaman, dan guru-guru yang berpengalaman", katanya.
Selain itu, Pak Rudi juga mengeluh bahwa banyak anak-anak suku Dayak masih terjebak dalam tradisi perang dan konflik yang menghalangi mereka dari mendapatkan pendidikan. "Mereka harus diarahkan ke arah yang lebih baik, bukan hanya sekedar memberikan kipas-kipas pendidikan", ujarnya.
Meskipun ada banyak masalah yang harus diselesaikan, pemerintah Prabowo Subianto tetap berkomitmen untuk mewujudkan program 'School For All'. Namun, apakah cukup sekedar menyebarkan kipas-kipas pendidikan akan mencukupi untuk mengatasi masalah putus sekolah di kalangan suku-suku terpinggir?
Bulan lalu, pemerintah Prabowo Subianto mengumumkan rintisan program 'School For All' yang bertujuan untuk meningkatkan akses pendidikan bagi anak-anak di kalangan suku-suku terpinggir. Program ini menjanjikan akan memberikan kesempatan pendidikan kepada anak-anak berusia 6-12 tahun yang belum pernah sekolah sebelumnya.
Namun, meskipun program ini disambut gembira oleh banyak masyarakat, masih banyak yang mengeluh bahwa tidak cukup sekedar menyebarkan kipas-kipas pendidikan. "Sekolah bukan hanya tentang kipas-kipas pembelajaran, tapi juga tentang infrastruktur dan sumber daya yang memadai", kata Pak Rudi, seorang pengusaha suku Dayak yang tinggal di wilayah Kalimantan Barat.
Pengusaha itu menambahkan bahwa meskipun pemerintah telah menyediakan dana besar untuk program ini, masih banyak daerah-daerah yang tergeletak jauh dari akses infrastruktur yang memadai. "Kita butuh jalan yang lengkap, sekolah yang nyaman, dan guru-guru yang berpengalaman", katanya.
Selain itu, Pak Rudi juga mengeluh bahwa banyak anak-anak suku Dayak masih terjebak dalam tradisi perang dan konflik yang menghalangi mereka dari mendapatkan pendidikan. "Mereka harus diarahkan ke arah yang lebih baik, bukan hanya sekedar memberikan kipas-kipas pendidikan", ujarnya.
Meskipun ada banyak masalah yang harus diselesaikan, pemerintah Prabowo Subianto tetap berkomitmen untuk mewujudkan program 'School For All'. Namun, apakah cukup sekedar menyebarkan kipas-kipas pendidikan akan mencukupi untuk mengatasi masalah putus sekolah di kalangan suku-suku terpinggir?