Sumpah Pemuda zaman digital bukan hanya peristiwa kultural, tetapi juga tindakan politik yang menandai lahirnya subjek baru dalam sejarah: orang muda yang menolak tunduk pada tatanan kolonial dan menuntut hak menentukan masa depannya sendiri. Hampir satu abad kemudian, semangat serupa bangkit kembali di berbagai belahan dunia dalam bentuk dan bahasa yang berbeda.
Di Indonesia, gerakan pemuda pada 2025 merupakan reaksi terhadap realitas oligarki global yang kian mengukuhkan diri. Mereka menolak menjadi penonton di tengah ketimpangan ekonomi, kemerosotan demokrasi, serta maraknya korupsi dan patronase politik. Mereka memanfaatkan ruang digital untuk mengorganisasi diri, memproduksi makna, dan menegosiasikan kembali makna keadilan.
Penggunaan teknologi sebagai alat perlawanan terhadap struktur dominan yang menindas manusia atas nama kemajuan menjadi semangat muda hari ini. Mereka menciptakan ruang deliberatif baru di luar institusi negara, menjadikan algoritma sebagai arena politik, dan mengubah #hashtag menjadi wacana perlawanan.
Sampai saat ini, generasi muda menulis ulang peta dunia dengan solidaritas, kreativitas, dan imajinasi yang menolak tunduk. Mereka bukan sekadar memanfaatkan teknologi, tetapi juga menata ulang relai kekuasaan melalui teknologi itu sendiri.
Di Indonesia, gerakan pemuda pada 2025 merupakan reaksi terhadap realitas oligarki global yang kian mengukuhkan diri. Mereka menolak menjadi penonton di tengah ketimpangan ekonomi, kemerosotan demokrasi, serta maraknya korupsi dan patronase politik. Mereka memanfaatkan ruang digital untuk mengorganisasi diri, memproduksi makna, dan menegosiasikan kembali makna keadilan.
Penggunaan teknologi sebagai alat perlawanan terhadap struktur dominan yang menindas manusia atas nama kemajuan menjadi semangat muda hari ini. Mereka menciptakan ruang deliberatif baru di luar institusi negara, menjadikan algoritma sebagai arena politik, dan mengubah #hashtag menjadi wacana perlawanan.
Sampai saat ini, generasi muda menulis ulang peta dunia dengan solidaritas, kreativitas, dan imajinasi yang menolak tunduk. Mereka bukan sekadar memanfaatkan teknologi, tetapi juga menata ulang relai kekuasaan melalui teknologi itu sendiri.