Kehadiran atlet Israel di Kejuaraan Senam Artistik Dunia yang akan diselenggarakan di Jakarta pada Oktober 2025 mendadak menjadi semakin berantakan. Berbagai kalangan, mulai dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhammadiyah, dan bahkan parlemen, menolak kehadiran atlet Israel ke Indonesia.
Sekarang, pemerintah juga tegas menolak kehadiran atlet Israel ini. Gubernur Jakarta Pramono Anung menyatakan tidak akan mengizinkan atlet Israel untuk datang ke Jakarta. "Tentang atlet Israel kalau ke Jakarta tentunya sebagai Gubernur Jakarta dalam kondisi seperti ini pasti saya tidak mengizinkan," kata Pramono.
Pemerintah juga menegaskan bahwa tidak ada manfaat mengundang atlet Israel dalam kondisi seperti saat ini. Menurutnya, hal itu juga bisa memicu kemarahan publik. Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra memastikan tidak akan memberikan visa terhadap mereka.
Sementara itu, penolakan ini juga diiringi dengan sikap pemerintah yang tegas. Presiden Prabowo Subianto dalam berbagai kesempatan telah mengecam Israel karena terus melakukan kekejaman dan kebiadaban atas rakyat Palestina terutama di Gaza.
Dalam konteks ini, penolakan kehadiran atlet Israel di Indonesia sangatlah penting. Ini tidak hanya tentang olahraga, tetapi juga tentang politik luar negeri dan kemanusiaan. Pemerintah Indonesia secara tegas tidak akan melakukan kontak apa pun dengan Israel sampai dengan adanya pengakuan negara Palestina yang merdeka dan berdaulat.
Kehadiran atlet Israel di Kejuaraan Senam Artistik Dunia ini menjadi semacam "pertandingan" antara keamanan, kemanusiaan, dan politik luar negeri. Tapi, apa yang terjadi sekarang adalah bahwa pemerintah Indonesia telah menunjukkan sikap yang tegas dan berdedikasi untuk menjaga hak-hak rakyat Palestina.
Dalam situasi seperti ini, kita harus bertanya-tanya tentang arti keadilan dan kemanusiaan dalam konteks politik luar negeri. Apakah kehadiran atlet Israel di Indonesia akan meningkatkan kemanusiaan, ataukah hanya akan memicu kemarahan publik?
Sekarang, pemerintah juga tegas menolak kehadiran atlet Israel ini. Gubernur Jakarta Pramono Anung menyatakan tidak akan mengizinkan atlet Israel untuk datang ke Jakarta. "Tentang atlet Israel kalau ke Jakarta tentunya sebagai Gubernur Jakarta dalam kondisi seperti ini pasti saya tidak mengizinkan," kata Pramono.
Pemerintah juga menegaskan bahwa tidak ada manfaat mengundang atlet Israel dalam kondisi seperti saat ini. Menurutnya, hal itu juga bisa memicu kemarahan publik. Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra memastikan tidak akan memberikan visa terhadap mereka.
Sementara itu, penolakan ini juga diiringi dengan sikap pemerintah yang tegas. Presiden Prabowo Subianto dalam berbagai kesempatan telah mengecam Israel karena terus melakukan kekejaman dan kebiadaban atas rakyat Palestina terutama di Gaza.
Dalam konteks ini, penolakan kehadiran atlet Israel di Indonesia sangatlah penting. Ini tidak hanya tentang olahraga, tetapi juga tentang politik luar negeri dan kemanusiaan. Pemerintah Indonesia secara tegas tidak akan melakukan kontak apa pun dengan Israel sampai dengan adanya pengakuan negara Palestina yang merdeka dan berdaulat.
Kehadiran atlet Israel di Kejuaraan Senam Artistik Dunia ini menjadi semacam "pertandingan" antara keamanan, kemanusiaan, dan politik luar negeri. Tapi, apa yang terjadi sekarang adalah bahwa pemerintah Indonesia telah menunjukkan sikap yang tegas dan berdedikasi untuk menjaga hak-hak rakyat Palestina.
Dalam situasi seperti ini, kita harus bertanya-tanya tentang arti keadilan dan kemanusiaan dalam konteks politik luar negeri. Apakah kehadiran atlet Israel di Indonesia akan meningkatkan kemanusiaan, ataukah hanya akan memicu kemarahan publik?