Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni terakhirnya melontarkan suara tentang bencana banjir bandang yang merenggut nyawa rakyat di Pulau Sumatra. Menurutnya, kejadian ini bukan hanya kecelakaan alam, tetapi juga tanda-tandanya bahwa ada kesalahan mendasar dalam pengelolaan lingkungan.
"Duka, tapi ini momentum yang baik untuk melakukan evaluasi kebijakan," ujar Raja Juli Antoni. "Pendulunya ekonomi dan ekologi cenderungnya ke ekonomi, harus ditarik ke tengah lagi. Bukti-bukti nyata di depan mata kita, saudara-saudara kita."
Menurutnya, bencana ini sebagai cerminan bahwa ada kesalahan mendasar dalam pengelolaan lingkungan. Ia berharap banjir dan longsor di kawasan tersebut tidak melebar ke wilayah lain.
"Mudah-mudahan tidak melebar ke wilayah lain," kata Raja Juli Antoni.
Ia menyampaikan, evaluasi kebijakan dan tata kelola hutan sejalan dengan pernyataan Presiden Prabowo Subianto. Pemerintah menyoroti penebangan hutan liar yang tidak terkendali sehingga berdampak pada keseimbangan taranan lingkungan.
"Menurut Pak Presiden dalam pidatonya, penebangan hutan liar yang tidak terkontrol berkontribusi besar terhadap bencana," ujarnya.
Raja Juli Antoni juga menyebut, pemerintah tidak hanya berhenti pada evaluasi, tetapi langsung mengambil langkah konkret. Salah satunya di Kuantan Singingi, ia menyerahkan Surat Keputusan (SK) Hutan Adat sebagai bentuk penguatan hak masyarakat adat.
"Masyarakat adat selama ini tersisihkan, padahal mereka adalah kelompok yang paling mampu menjaga hutan. Legalisasi ini memberi mereka ruang untuk berkontribusi," ungkapnya.
Bencana banjir bandang dan tanah longsor telah merenggut nyawa rakyat di beberapa kabupaten dan kota di tiga provinsi di Pulau Sumatra, yakni Sumatera Utara, Aceh, dan Sumatera Barat dalam beberapa hari terakhir. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat total korban meninggal dunia imbas banjir bandang dan tanah longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat mencapai 303 orang sampai Sabtu sore.
"Duka, tapi ini momentum yang baik untuk melakukan evaluasi kebijakan," ujar Raja Juli Antoni. "Pendulunya ekonomi dan ekologi cenderungnya ke ekonomi, harus ditarik ke tengah lagi. Bukti-bukti nyata di depan mata kita, saudara-saudara kita."
Menurutnya, bencana ini sebagai cerminan bahwa ada kesalahan mendasar dalam pengelolaan lingkungan. Ia berharap banjir dan longsor di kawasan tersebut tidak melebar ke wilayah lain.
"Mudah-mudahan tidak melebar ke wilayah lain," kata Raja Juli Antoni.
Ia menyampaikan, evaluasi kebijakan dan tata kelola hutan sejalan dengan pernyataan Presiden Prabowo Subianto. Pemerintah menyoroti penebangan hutan liar yang tidak terkendali sehingga berdampak pada keseimbangan taranan lingkungan.
"Menurut Pak Presiden dalam pidatonya, penebangan hutan liar yang tidak terkontrol berkontribusi besar terhadap bencana," ujarnya.
Raja Juli Antoni juga menyebut, pemerintah tidak hanya berhenti pada evaluasi, tetapi langsung mengambil langkah konkret. Salah satunya di Kuantan Singingi, ia menyerahkan Surat Keputusan (SK) Hutan Adat sebagai bentuk penguatan hak masyarakat adat.
"Masyarakat adat selama ini tersisihkan, padahal mereka adalah kelompok yang paling mampu menjaga hutan. Legalisasi ini memberi mereka ruang untuk berkontribusi," ungkapnya.
Bencana banjir bandang dan tanah longsor telah merenggut nyawa rakyat di beberapa kabupaten dan kota di tiga provinsi di Pulau Sumatra, yakni Sumatera Utara, Aceh, dan Sumatera Barat dalam beberapa hari terakhir. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat total korban meninggal dunia imbas banjir bandang dan tanah longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat mencapai 303 orang sampai Sabtu sore.