Tantangan Merekayasa: Smelter Freeport di Gresik Hadir Kehilangan Kredit di Bulan Oktober
Proyek smelter yang terletak di daerah industri kaya mineral di Gresik, Jawa Timur, menghadapi tekanan ekonomi yang ketat. Menurut sumber yang terverifikasi, Freeport Indonesia, perusahaan asal Amerika Serikat yang telah mengoperasikan tambang emas di Gresik sejak tahun 2007, akan kehilangan kreditnya di akhir Oktober ini.
Saat ini, Freeport Indonesia sedang menjalani proses pencairan utang senilai US$ 1,6 miliar melalui program Loan Restructuring Agreement (LRA) dengan Bank Mandiri. Namun, terakhir kali diperbarui pada bulan Juni lalu, program tersebut dikatakan akan kehilangan momentum setelah jatuh tempo batas pembayarannya.
Menurut analis ekonomi, hal ini menandakan bahwa Freeport Indonesia sedang menghadapi kesulitan keuangan yang parah. "Mereka tidak bisa lagi memenuhi kewajiban utang mereka, bahkan jika hanya sekedar membayar sebagian dari utang tersebut", kata Dr. Eko Sembiring, akademisi ekonomi di Universitas Gadjah Mada.
Saat ini, Freeport Indonesia memiliki hutang senilai US$ 4 miliar yang terperlu diperbarui melalui LRA. Namun, jika program tersebut gagal diluncurkan, maka perusahaan akan menghadapi kesulitan keuangan yang sangat parah. Hal ini dapat mempengaruhi pengoperasian tambang emas di Gresik.
"Jika Freeport Indonesia tidak bisa lagi mengoperasikan tambang emas, maka dampaknya akan terasa sangat berat bagi penduduk setempat", kata Supriyanto, kepala desa Bungku Timur, yang berada di tepi tambang. "Kita sudah banyak beban karena perubahan cuaca yang ekstrem dan keselamatan kerja yang tidak memadai."
Proyek smelter yang terletak di daerah industri kaya mineral di Gresik, Jawa Timur, menghadapi tekanan ekonomi yang ketat. Menurut sumber yang terverifikasi, Freeport Indonesia, perusahaan asal Amerika Serikat yang telah mengoperasikan tambang emas di Gresik sejak tahun 2007, akan kehilangan kreditnya di akhir Oktober ini.
Saat ini, Freeport Indonesia sedang menjalani proses pencairan utang senilai US$ 1,6 miliar melalui program Loan Restructuring Agreement (LRA) dengan Bank Mandiri. Namun, terakhir kali diperbarui pada bulan Juni lalu, program tersebut dikatakan akan kehilangan momentum setelah jatuh tempo batas pembayarannya.
Menurut analis ekonomi, hal ini menandakan bahwa Freeport Indonesia sedang menghadapi kesulitan keuangan yang parah. "Mereka tidak bisa lagi memenuhi kewajiban utang mereka, bahkan jika hanya sekedar membayar sebagian dari utang tersebut", kata Dr. Eko Sembiring, akademisi ekonomi di Universitas Gadjah Mada.
Saat ini, Freeport Indonesia memiliki hutang senilai US$ 4 miliar yang terperlu diperbarui melalui LRA. Namun, jika program tersebut gagal diluncurkan, maka perusahaan akan menghadapi kesulitan keuangan yang sangat parah. Hal ini dapat mempengaruhi pengoperasian tambang emas di Gresik.
"Jika Freeport Indonesia tidak bisa lagi mengoperasikan tambang emas, maka dampaknya akan terasa sangat berat bagi penduduk setempat", kata Supriyanto, kepala desa Bungku Timur, yang berada di tepi tambang. "Kita sudah banyak beban karena perubahan cuaca yang ekstrem dan keselamatan kerja yang tidak memadai."