JAKARTA, CNB C I ND O N E S I A - Pabrik bulu mata terbesar di Indonesia, PT D'I, tiba-tiba menutup operasionalnya dan meninggalkan ribuan pekerja tanpa kejelasan pesangon. Kasus ini menjadi peringatan keras bagi pemerintah untuk memperketat pengawasan terhadap investor asing yang beroperasi di Indonesia.
"PT DI itu perusahaan bulu mata terbesar, tiba-tiba tutup, investor lari, kami minta anggota kami menggugat, dan gugatannya kemarin menang. Karena sudah banyak aset pindah tangan, itu akan kita lapor sebagai pidana, harus ada aturan ketat investor di Indonesia, mereka setidaknya ada deposit lah," ujar Andi Gani Nena Wea, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI).
Gugatan terhadap PT DI telah dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat setelah melalui proses panjang selama empat bulan. Kasus ini memperlihatkan sisi rapuh perlindungan terhadap pekerja di tengah ketidakpastian investasi.
"Tiba-tiba melakukan PHK di hari kerja, bayangkan 1.500 orang anggota SPSI di PT DI, pabrik bulu mata terbesar berorientasi ekspor, tutup begitu aja," ujarnya. Kondisi para pekerja yang terdampak sangat memprihatinkan.
Akhirnya lebih dari 1 tahun ribuan anggota kami susah hidupnya. 1.500 orang kami menggugat penyitaan aset untuk mengganti pesangon di pengadilan Jakarta Pusat," kata Andi Gani.
Kasus ini harus menjadi peringatan keras bagi pemerintah, khususnya Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), agar memperketat pengawasan terhadap investor asing yang beroperasi di Indonesia.
"PT DI itu perusahaan bulu mata terbesar, tiba-tiba tutup, investor lari, kami minta anggota kami menggugat, dan gugatannya kemarin menang. Karena sudah banyak aset pindah tangan, itu akan kita lapor sebagai pidana, harus ada aturan ketat investor di Indonesia, mereka setidaknya ada deposit lah," ujar Andi Gani Nena Wea, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI).
Gugatan terhadap PT DI telah dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat setelah melalui proses panjang selama empat bulan. Kasus ini memperlihatkan sisi rapuh perlindungan terhadap pekerja di tengah ketidakpastian investasi.
"Tiba-tiba melakukan PHK di hari kerja, bayangkan 1.500 orang anggota SPSI di PT DI, pabrik bulu mata terbesar berorientasi ekspor, tutup begitu aja," ujarnya. Kondisi para pekerja yang terdampak sangat memprihatinkan.
Akhirnya lebih dari 1 tahun ribuan anggota kami susah hidupnya. 1.500 orang kami menggugat penyitaan aset untuk mengganti pesangon di pengadilan Jakarta Pusat," kata Andi Gani.
Kasus ini harus menjadi peringatan keras bagi pemerintah, khususnya Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), agar memperketat pengawasan terhadap investor asing yang beroperasi di Indonesia.