Indonesia Masuk Era Baru di Sektor Real Estate, Investasi Beralih ke Aset Alternatif
Sektor real estate Indonesia telah memasuki era baru, dengan investasi dan permintaan yang mulai beralih dari pasar perkantoran tradisional ke sektor alternatif seperti logistik, pusat data, dan hunian. Menurut analisis JLL, perubahan ini didorong oleh kelebihan pasokan perkantoran, meningkatnya permintaan terhadap aset alternatif, serta pesatnya pertumbuhan infrastruktur digital di Indonesia.
Pasokan perkantoran di Indonesia mencapai 10 juta meter persegi, termasuk 3,7 juta meter persegi Grade A dan 3 juta meter persegi ruang yang tersedia. Namun, gedung-gedung premium mendorong peningkatan tarif sewa yang diproyeksikan tumbuh 10% dalam lima tahun ke depan.
Sektor-sektor alternatif seperti hunian, kesehatan, hotel, rekreasi, laboratorium, pusat data, edukasi, dan logistik tahap akhir juga mendapat dorongan dari Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Wilayah Jabodetabek, Bali, dan Batam kini mencatat tingginya permintaan dari klinik, rumah sakit, dan fasilitas riset dan pengembangan (R&D) internasional.
Indonesia memiliki sekitar 22 juta penduduk berusia di atas 64 tahun, angka yang diproyeksikan naik menjadi 27 juta pada 2030, sehingga membuka peluang besar bagi pengembangan hunian lansia di bawah ekosistem KEK. "Pasar real estate Indonesia berada di titik penting, penyesuaian terhadap kelebihan pasokan di sektor tradisional membuka peluang bagi sektor alternatif seperti logistik, pendidikan, kesehatan, perhotelan, dan pusat data," kata Farazia Basarah, Country Head, JLL Indonesia.
JLL mempertahankan posisi sebagai pemimpin pasar dengan menutup transaksi senilai US$432 juta pada 2024, mencatat pangsa pasar 78,4%, dan kembali menempati peringkat teratas dalam MSCI Real Capital Analytics pada 2025.
Sektor real estate Indonesia telah memasuki era baru, dengan investasi dan permintaan yang mulai beralih dari pasar perkantoran tradisional ke sektor alternatif seperti logistik, pusat data, dan hunian. Menurut analisis JLL, perubahan ini didorong oleh kelebihan pasokan perkantoran, meningkatnya permintaan terhadap aset alternatif, serta pesatnya pertumbuhan infrastruktur digital di Indonesia.
Pasokan perkantoran di Indonesia mencapai 10 juta meter persegi, termasuk 3,7 juta meter persegi Grade A dan 3 juta meter persegi ruang yang tersedia. Namun, gedung-gedung premium mendorong peningkatan tarif sewa yang diproyeksikan tumbuh 10% dalam lima tahun ke depan.
Sektor-sektor alternatif seperti hunian, kesehatan, hotel, rekreasi, laboratorium, pusat data, edukasi, dan logistik tahap akhir juga mendapat dorongan dari Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Wilayah Jabodetabek, Bali, dan Batam kini mencatat tingginya permintaan dari klinik, rumah sakit, dan fasilitas riset dan pengembangan (R&D) internasional.
Indonesia memiliki sekitar 22 juta penduduk berusia di atas 64 tahun, angka yang diproyeksikan naik menjadi 27 juta pada 2030, sehingga membuka peluang besar bagi pengembangan hunian lansia di bawah ekosistem KEK. "Pasar real estate Indonesia berada di titik penting, penyesuaian terhadap kelebihan pasokan di sektor tradisional membuka peluang bagi sektor alternatif seperti logistik, pendidikan, kesehatan, perhotelan, dan pusat data," kata Farazia Basarah, Country Head, JLL Indonesia.
JLL mempertahankan posisi sebagai pemimpin pasar dengan menutup transaksi senilai US$432 juta pada 2024, mencatat pangsa pasar 78,4%, dan kembali menempati peringkat teratas dalam MSCI Real Capital Analytics pada 2025.