Pernyataan bahwa menjadi baik berarti mengorbankan diri tanpa batas adalah kesalahan. Jangan terlalu banyak mengiyakan permintaan orang lain, karena itu akan membuat kita lebih menyia-nyiakan kebutuhan diri sendiri.
Akan tetapi, ada ketika tubuh memberi tanda lelah, kepala terasa penuh, atau hati sudah tidak punya ruang untuk menampung permintaan baru. Di saat-saat seperti itu, keberanian menolak adalah mekanisme penting untuk mengakui batas diri dan menyadari bahwa kesehatan mental kita perlu dijaga.
Menurut psikologi, ada baiknya meluangkan waktu sejenak untuk menggali alasan di balik sebuah penolakan. Apakah rasa enggan itu muncul karena tidak cocok dengan insting dan "vibe" tentang sebuah acara? Apakah ada kekhawatiran terkait kondisi kesehatanmu? Atau mungkin sesederhana piringmu sudah terlalu penuh sehingga tidak realistis untuk menampung hal-hal baru lainnya?
Dengan memahami apa yang dirasakan dan apa yang sedang dibutuhkan, proses berkata “tidak” jadi bisa lebih efektif. Kamu pun akan mulai paham pola-pola tertentu di dalam diri. Kapan diri merasa kewalahan? Situasi seperti apa yang memicu ketidaknyamanan?
Menolakan tidak selalu berarti menutup pintu hati rapat-rapat dari orang lain. Kamu bisa menawarkan alternatif yang sesuai dengan kondisimu supaya ruang pribadi tetap terjaga. Misalnya, saat harus menolak ajakan hangout bareng teman, kamu bisa bilang, "Wah, terima kasih sudah diajak, tapi sayangnya aku sudah ada rencana lain. Kalau ada acara kumpul-kumpul lagi setelah minggu depan, aku bisa ikut, ya! Aku mau banget main bareng kamu dan teman-teman."
Jawaban dengan alternatif tersebut menunjukkan bahwa kebutuhan diri sendiri tetap valid, sekaligus menegaskan bahwa keputusan atau pilihan yang diambil akan berdampak pada waktu, tenaga, serta kapasitas emosional yang tersedia.
Akan tetapi, ada ketika tubuh memberi tanda lelah, kepala terasa penuh, atau hati sudah tidak punya ruang untuk menampung permintaan baru. Di saat-saat seperti itu, keberanian menolak adalah mekanisme penting untuk mengakui batas diri dan menyadari bahwa kesehatan mental kita perlu dijaga.
Menurut psikologi, ada baiknya meluangkan waktu sejenak untuk menggali alasan di balik sebuah penolakan. Apakah rasa enggan itu muncul karena tidak cocok dengan insting dan "vibe" tentang sebuah acara? Apakah ada kekhawatiran terkait kondisi kesehatanmu? Atau mungkin sesederhana piringmu sudah terlalu penuh sehingga tidak realistis untuk menampung hal-hal baru lainnya?
Dengan memahami apa yang dirasakan dan apa yang sedang dibutuhkan, proses berkata “tidak” jadi bisa lebih efektif. Kamu pun akan mulai paham pola-pola tertentu di dalam diri. Kapan diri merasa kewalahan? Situasi seperti apa yang memicu ketidaknyamanan?
Menolakan tidak selalu berarti menutup pintu hati rapat-rapat dari orang lain. Kamu bisa menawarkan alternatif yang sesuai dengan kondisimu supaya ruang pribadi tetap terjaga. Misalnya, saat harus menolak ajakan hangout bareng teman, kamu bisa bilang, "Wah, terima kasih sudah diajak, tapi sayangnya aku sudah ada rencana lain. Kalau ada acara kumpul-kumpul lagi setelah minggu depan, aku bisa ikut, ya! Aku mau banget main bareng kamu dan teman-teman."
Jawaban dengan alternatif tersebut menunjukkan bahwa kebutuhan diri sendiri tetap valid, sekaligus menegaskan bahwa keputusan atau pilihan yang diambil akan berdampak pada waktu, tenaga, serta kapasitas emosional yang tersedia.