Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) di Indonesia perlu revisi untuk mencapai visi Net Zero Emission 2060. Pemerintah harus mengarahkan subsidi berkeadilan menuju transisi energi bersih.
Kita masih memiliki subsidi konsumsi yang terlalu menyerap ratusan triliun rupiah setiap tahun. Bisa dibilang, subsidi ini tidak lagi menjadi alat transformasi menuju kemandirian energi nasional melainkan mempertahankan ketergantungan. Apalagi, kebijakan ini membuat perbedaan antara masyarakat kecil dengan kelompok mampu dan industri berbasis fosil semakin jelas.
Pada saat-saat pemberlakuan peraturan baru ini diperlukan adalah keteguhan dalam implementasi dan pengawasan. Kita membutuhkan transparansi dan akuntabilitas pada penggunaan sumber daya energi. Pengawasan dapat dilakukan melalui sistem digitalisasi, seperti smart meter dua arah yang akan mengingat konsumsi listrik secara real-time dan memberikan informasi terkait subsidi.
Kita tidak hanya membutuhkan pembangunan infrastruktur fisik tetapi juga kebijakan yang berpihak pada energi terbarukan. Dengan demikian, kemandirian nasional dalam menghasilkan energi dapat dicapai dan diwujudkan.
Dalam beberapa tahun ini, Indonesia telah banyak berinvestasi untuk mengembangkan energi terbarukan. Namun, masih ada perbedaan besar antara konsumsi dengan produksi listrik dari sumber energi terbarukan. Kita membutuhkan pengawasan yang ketat agar pembangunan EBT dapat mencapai visi Net Zero Emission 2060.
Jika pemerintah ingin menciptakan reformasi subsidi yang berpihak pada rakyat, maka perlu ada kerangka perubahan yang tegas dan modern. Peraturan harus memiliki peneguhan kaku untuk menghentikan pembangunan PLTU baru kecuali dengan aplikasi teknologi CCUS dengan tingkat penangkapan karbon minimal 90%.
Kita masih memiliki subsidi konsumsi yang terlalu menyerap ratusan triliun rupiah setiap tahun. Bisa dibilang, subsidi ini tidak lagi menjadi alat transformasi menuju kemandirian energi nasional melainkan mempertahankan ketergantungan. Apalagi, kebijakan ini membuat perbedaan antara masyarakat kecil dengan kelompok mampu dan industri berbasis fosil semakin jelas.
Pada saat-saat pemberlakuan peraturan baru ini diperlukan adalah keteguhan dalam implementasi dan pengawasan. Kita membutuhkan transparansi dan akuntabilitas pada penggunaan sumber daya energi. Pengawasan dapat dilakukan melalui sistem digitalisasi, seperti smart meter dua arah yang akan mengingat konsumsi listrik secara real-time dan memberikan informasi terkait subsidi.
Kita tidak hanya membutuhkan pembangunan infrastruktur fisik tetapi juga kebijakan yang berpihak pada energi terbarukan. Dengan demikian, kemandirian nasional dalam menghasilkan energi dapat dicapai dan diwujudkan.
Dalam beberapa tahun ini, Indonesia telah banyak berinvestasi untuk mengembangkan energi terbarukan. Namun, masih ada perbedaan besar antara konsumsi dengan produksi listrik dari sumber energi terbarukan. Kita membutuhkan pengawasan yang ketat agar pembangunan EBT dapat mencapai visi Net Zero Emission 2060.
Jika pemerintah ingin menciptakan reformasi subsidi yang berpihak pada rakyat, maka perlu ada kerangka perubahan yang tegas dan modern. Peraturan harus memiliki peneguhan kaku untuk menghentikan pembangunan PLTU baru kecuali dengan aplikasi teknologi CCUS dengan tingkat penangkapan karbon minimal 90%.