Pajak dari Selisih Harga Sawit Rp 140 Miliar, Korupsi Ekspor Terungkap
Direktur Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu menemukan potensi kehilangan negara sekitar Rp 140 miliar karena selisih harga ekspor sawit yang dilakukan oleh PT MMS dan dua perusahaan lainnya. Selisih harga ini menyebabkan nilai barang yang tercantum dalam dokumen ekspor salah, sehingga pajak yang harus dibayarkan kepada negara sangat berkurang.
Seluruh kejahatan ini dipercaya melibatkan 25 wajib pajak, termasuk PT MMS. Perusahaan ini secara salah menandakan produk kelapa sawit sebagai limbah cair atau kotoran, tetapi sebenarnya adalah komoditas utama yang diekspor. Selain itu, perusahaan ini juga melakukan praktik penghindaran pajak dengan mengklaim bahwa nilai barang yang dijual lebih rendah daripada sebenarnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Djaka Budi Utama menyatakan bahwa selisih harga ini dapat menyebabkan kehilangan negara yang sangat signifikan. Selain itu, praktik penghindaran pajak ini juga dapat membahayakan keseimbangan fiskal negara.
"Bisa kita katakan bahwa nilai Rp 140 miliar merupakan potensi kehilangan negara karena selisih harga ekspor sawit," katanya. "Sekali lagi, kami mengingatkan kepada wajib pajak-wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya secara tepat dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku."
Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto juga menekankan pentingnya tata kelola dalam mencegah praktik penghindaran pajak. "Tentu, ini kami tidak bisa sendiri," katanya. "Menteri Perindustrian sudah melakukan pembenahan tata kelola sehingga hilirisasi industri sawit menjadi target yang tepat nilai tambahnya di Indonesia."
Direktur Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu menemukan potensi kehilangan negara sekitar Rp 140 miliar karena selisih harga ekspor sawit yang dilakukan oleh PT MMS dan dua perusahaan lainnya. Selisih harga ini menyebabkan nilai barang yang tercantum dalam dokumen ekspor salah, sehingga pajak yang harus dibayarkan kepada negara sangat berkurang.
Seluruh kejahatan ini dipercaya melibatkan 25 wajib pajak, termasuk PT MMS. Perusahaan ini secara salah menandakan produk kelapa sawit sebagai limbah cair atau kotoran, tetapi sebenarnya adalah komoditas utama yang diekspor. Selain itu, perusahaan ini juga melakukan praktik penghindaran pajak dengan mengklaim bahwa nilai barang yang dijual lebih rendah daripada sebenarnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Djaka Budi Utama menyatakan bahwa selisih harga ini dapat menyebabkan kehilangan negara yang sangat signifikan. Selain itu, praktik penghindaran pajak ini juga dapat membahayakan keseimbangan fiskal negara.
"Bisa kita katakan bahwa nilai Rp 140 miliar merupakan potensi kehilangan negara karena selisih harga ekspor sawit," katanya. "Sekali lagi, kami mengingatkan kepada wajib pajak-wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya secara tepat dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku."
Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto juga menekankan pentingnya tata kelola dalam mencegah praktik penghindaran pajak. "Tentu, ini kami tidak bisa sendiri," katanya. "Menteri Perindustrian sudah melakukan pembenahan tata kelola sehingga hilirisasi industri sawit menjadi target yang tepat nilai tambahnya di Indonesia."