Pernikahan siri yang terus beredar di masyarakat, tidak hanya berisiko menghancurkan ruang keluarga, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran tentang risiko administratif dan kemanusiaan.
Dalam beberapa pekan terakhir, fenomena ini meningkat pesat dan beredar melalui platform media sosial seperti Instagram dan Facebook. Diperlukan respons dari pihak Kemenag. Dari sisi Kemenag, Ahmad Zayadi, Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah menyatakan bahwa jasa nikah siri yang beredar melalui platform media sosial sangat rentan menimbulkan konflik keluarga. Selain itu, praktik ini juga tidak memenuhi standar yang ditetapkan dalam Pedoman Akad Nikah Ditjen Bimas Islam.
Zayadi juga menyatakan bahwa jasa nikah siri yang beredar secara komersial dan instan di media sosial sangat rentan menimbulkan sengketa rumah tangga. Hal ini disebabkan tidak adanya verifikasi wali, ketidakjelasan saksi, tidak ada pemeriksaan usia, serta absennya pengawasan penghulu.
Menurut Zayadi, fenomena ini bukan sekedar risiko administratif, tetapi risiko kemanusiaan. Ia juga menilai bahwa kerangka hukum nasional telah mengatur dengan tegas tentang sahnya perkawinan yang ditentukan oleh terpenuhinya rukun dan syarat secara agama.
Ia menjelaskan bahwa pencatatan perkawinan bukan sekedar administrasi, tetapi merupakan instrumen perlindungan hukum bagi seluruh pihak. Pencatatan perkawinan memastikan adanya kepastian hak dan kewajiban suami-istri, termasuk perlindungan terhadap anak.
Menurut Zayadi, tanpa pencatatan negara, banyak aspek legal tidak dapat ditegakkan. Seluruh hak yang terkait dokumen tersebut otomatis tidak dapat diperoleh. Ia juga menegaskan bahwa peraturan turunannya yakni PP Nomor 9 Tahun 1975 dan PMA Nomor 30 Tahun 2024 tentang Pencatatan Pernikahan, mengharuskan setiap akad nikah berada di bawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah (PPN) atau penghulu.
Zayadi kemudian menghimbau masyarakat untuk melangsungkan perkawinan secara resmi melalui Kantor Urusan Agama (KUA). Ia menyatakan bahwa pernikahan yang dicatatkan negara memberikan kepastian hukum, menjamin hak istri dan anak, serta memastikan seluruh tata syariat terpenuhi dengan baik.
Dalam beberapa pekan terakhir, fenomena ini meningkat pesat dan beredar melalui platform media sosial seperti Instagram dan Facebook. Diperlukan respons dari pihak Kemenag. Dari sisi Kemenag, Ahmad Zayadi, Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah menyatakan bahwa jasa nikah siri yang beredar melalui platform media sosial sangat rentan menimbulkan konflik keluarga. Selain itu, praktik ini juga tidak memenuhi standar yang ditetapkan dalam Pedoman Akad Nikah Ditjen Bimas Islam.
Zayadi juga menyatakan bahwa jasa nikah siri yang beredar secara komersial dan instan di media sosial sangat rentan menimbulkan sengketa rumah tangga. Hal ini disebabkan tidak adanya verifikasi wali, ketidakjelasan saksi, tidak ada pemeriksaan usia, serta absennya pengawasan penghulu.
Menurut Zayadi, fenomena ini bukan sekedar risiko administratif, tetapi risiko kemanusiaan. Ia juga menilai bahwa kerangka hukum nasional telah mengatur dengan tegas tentang sahnya perkawinan yang ditentukan oleh terpenuhinya rukun dan syarat secara agama.
Ia menjelaskan bahwa pencatatan perkawinan bukan sekedar administrasi, tetapi merupakan instrumen perlindungan hukum bagi seluruh pihak. Pencatatan perkawinan memastikan adanya kepastian hak dan kewajiban suami-istri, termasuk perlindungan terhadap anak.
Menurut Zayadi, tanpa pencatatan negara, banyak aspek legal tidak dapat ditegakkan. Seluruh hak yang terkait dokumen tersebut otomatis tidak dapat diperoleh. Ia juga menegaskan bahwa peraturan turunannya yakni PP Nomor 9 Tahun 1975 dan PMA Nomor 30 Tahun 2024 tentang Pencatatan Pernikahan, mengharuskan setiap akad nikah berada di bawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah (PPN) atau penghulu.
Zayadi kemudian menghimbau masyarakat untuk melangsungkan perkawinan secara resmi melalui Kantor Urusan Agama (KUA). Ia menyatakan bahwa pernikahan yang dicatatkan negara memberikan kepastian hukum, menjamin hak istri dan anak, serta memastikan seluruh tata syariat terpenuhi dengan baik.