pixeltembok
New member
PENANGKAPAN aktivis asal Yogyakarta, Muhammad Fakhrurrozi atau lebih dikenal sebagai Paul, oleh Polda Jawa Timur telah menimbulkan protes dari berbagai pihak. Wakil Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Rohidin, mengatakan bahwa Paul tidak melakukan tindakan pidana meski kini ditahan.
Rohidin menyuarakan pernyataannya melalui aksi solidaritas menuntut pembebasan Paul dan aktivis korban kriminalisasi yang digelar di Selasar Kahar Mudzakkir UII, Senin (6/10) sore. Melalui orasinya, Rohidin meyakinkan bahwa Paul merupakan alumnus Fakultas Hukum UII yang sudah sejak semasa menjadi mahasiswa memiliki sikap kritis luar biasa.
"Paul adalah seorang aktivis yang sangat luar biasa, daya kritisnya melampaui teman-temannya, daya baca, referensinya luar biasa," kata Rohidin. "Dia adalah seorang mahasiswa kritis yang tidak melihat siapa yang dihadapinya."
Rohidin juga mengatakan bahwa sikap kritis Paul terus dipertahankan melalui aksi-aksi aktivisme kekinian. Dia percaya mantan mahasiswanya itu sedang menyuarakan keadilan dan kebaikan, bukannya melakukan penghasutan aksi demonstrasi yang berujung kericuhan di Kediri, Jawa Timur, 30 Agustus 2025 lalu.
"Paul memiliki akal sehat dan tidak mungkin seorang Paul itu kemudian memicu, memacu, mensupport orang-orang untuk berbuat jahat," kata Rohidin. "Jika dia menggerakkan orang-orang untuk bersuara, itu adalah hak konstitusional, itu bukan kejahatan."
Rohidin juga menilai bahwa penangkapan Paul dan para aktivis lain prosesnya penuh kesewenang-wenangan dan tidak memerhatikan ketentuan hukum berlaku. Mereka ditahan, diinterogasi tanpa pendampingan yang memadai.
"Saya memohon kepada aparat penegak hukum di level mana pun, bebaskan Paul, tegakkan proses hukum, tegakkan keadilan, tegakkan kebenaran," pungkas Rohidin. "Bebaskan Paul, bebaskan tahanan politik, hentikan perburuan aktivis."
Guru Besar UII Bidang Ilmu Media dan Jurnalisme, Masduki, juga mengatakan bahwa apa yang dilakukan Paul mewakili warga negara dalam berpikir kritis dan berekspresi di negara demokrasi.
"Polisi, TNI dan (Presiden RI) Prabowo sedang bermasalah, harus ada yang berbicara dan itu antara lain diwakili Paul dan ratusan aktivis yang ditahan," ungkap Masduki.
Masduki menekankan bahwa inti dari demokrasi adalah civil liberty atau kebebasan masyarakat sipil. Dia melihat jelas bagaimana demokrasi di negara ini mengalami kemunduran seiring dengan kebebasan masyarakat sipil yang direpresi, penangkapan individu kritis bahkan disertai upaya penetapan tersangka.
"Maka ada upaya sistematis untuk memundurkan demokrasi sebagai warisan reformasi," tegasnya.
Dalam momen kali ini, peserta aksi termasuk wakil rektor, para dosen dan mahasiswa melakukan aksi simbolik tabur bunga di atas sebuah makam tempat matinya demokrasi. Aksi ditutup dengan pembacaan pernyataan sikap.
Pernyataan sikap yang dibacakan oleh peserta aksi adalah:
1. Menuntut pembebasan saudara Muhammad Fakhrurrozi (Paul), yang dikenal luas atas kiprahnya sebagai aktivis sosial, serta pembebasan seluruh aktivis di berbagai kota yang hingga kini berjumlah sekitar 946 orang.
2. Menuntut transparansi penuh atas posisi, kondisi, dan status hukum saudara Paul selama berada dalam tahanan Polda Jawa Timur, termasuk akses bagi keluarga dan penasihat hukum.
3. Menolak dan menuntut penghentian segala bentuk perburuan aktivis dengan dalih pencarian "dalang kerusuhan" atau "aktor intelektual" dalam aksi demonstrasi Agustus 2025.
4. Menuntut penegakan Hak Asasi Manusia secara konsisten, serta penghentian semua praktik pelanggaran terhadap hak konstitusional warga negara, khususnya kebebasan berpendapat, berkumpul, dan berorganisasi.
5. Mendesak Presiden Republik Indonesia untuk membentuk Tim Reformasi Kepolisian Indonesia (POLRI) agar kembali pada fungsi utamanya sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat yang melibatkan masyarakat sipil, akademisi, dan tokoh publik berintegritas demi memastikan akuntabilitas institusi kepolisian.
Rohidin menyuarakan pernyataannya melalui aksi solidaritas menuntut pembebasan Paul dan aktivis korban kriminalisasi yang digelar di Selasar Kahar Mudzakkir UII, Senin (6/10) sore. Melalui orasinya, Rohidin meyakinkan bahwa Paul merupakan alumnus Fakultas Hukum UII yang sudah sejak semasa menjadi mahasiswa memiliki sikap kritis luar biasa.
"Paul adalah seorang aktivis yang sangat luar biasa, daya kritisnya melampaui teman-temannya, daya baca, referensinya luar biasa," kata Rohidin. "Dia adalah seorang mahasiswa kritis yang tidak melihat siapa yang dihadapinya."
Rohidin juga mengatakan bahwa sikap kritis Paul terus dipertahankan melalui aksi-aksi aktivisme kekinian. Dia percaya mantan mahasiswanya itu sedang menyuarakan keadilan dan kebaikan, bukannya melakukan penghasutan aksi demonstrasi yang berujung kericuhan di Kediri, Jawa Timur, 30 Agustus 2025 lalu.
"Paul memiliki akal sehat dan tidak mungkin seorang Paul itu kemudian memicu, memacu, mensupport orang-orang untuk berbuat jahat," kata Rohidin. "Jika dia menggerakkan orang-orang untuk bersuara, itu adalah hak konstitusional, itu bukan kejahatan."
Rohidin juga menilai bahwa penangkapan Paul dan para aktivis lain prosesnya penuh kesewenang-wenangan dan tidak memerhatikan ketentuan hukum berlaku. Mereka ditahan, diinterogasi tanpa pendampingan yang memadai.
"Saya memohon kepada aparat penegak hukum di level mana pun, bebaskan Paul, tegakkan proses hukum, tegakkan keadilan, tegakkan kebenaran," pungkas Rohidin. "Bebaskan Paul, bebaskan tahanan politik, hentikan perburuan aktivis."
Guru Besar UII Bidang Ilmu Media dan Jurnalisme, Masduki, juga mengatakan bahwa apa yang dilakukan Paul mewakili warga negara dalam berpikir kritis dan berekspresi di negara demokrasi.
"Polisi, TNI dan (Presiden RI) Prabowo sedang bermasalah, harus ada yang berbicara dan itu antara lain diwakili Paul dan ratusan aktivis yang ditahan," ungkap Masduki.
Masduki menekankan bahwa inti dari demokrasi adalah civil liberty atau kebebasan masyarakat sipil. Dia melihat jelas bagaimana demokrasi di negara ini mengalami kemunduran seiring dengan kebebasan masyarakat sipil yang direpresi, penangkapan individu kritis bahkan disertai upaya penetapan tersangka.
"Maka ada upaya sistematis untuk memundurkan demokrasi sebagai warisan reformasi," tegasnya.
Dalam momen kali ini, peserta aksi termasuk wakil rektor, para dosen dan mahasiswa melakukan aksi simbolik tabur bunga di atas sebuah makam tempat matinya demokrasi. Aksi ditutup dengan pembacaan pernyataan sikap.
Pernyataan sikap yang dibacakan oleh peserta aksi adalah:
1. Menuntut pembebasan saudara Muhammad Fakhrurrozi (Paul), yang dikenal luas atas kiprahnya sebagai aktivis sosial, serta pembebasan seluruh aktivis di berbagai kota yang hingga kini berjumlah sekitar 946 orang.
2. Menuntut transparansi penuh atas posisi, kondisi, dan status hukum saudara Paul selama berada dalam tahanan Polda Jawa Timur, termasuk akses bagi keluarga dan penasihat hukum.
3. Menolak dan menuntut penghentian segala bentuk perburuan aktivis dengan dalih pencarian "dalang kerusuhan" atau "aktor intelektual" dalam aksi demonstrasi Agustus 2025.
4. Menuntut penegakan Hak Asasi Manusia secara konsisten, serta penghentian semua praktik pelanggaran terhadap hak konstitusional warga negara, khususnya kebebasan berpendapat, berkumpul, dan berorganisasi.
5. Mendesak Presiden Republik Indonesia untuk membentuk Tim Reformasi Kepolisian Indonesia (POLRI) agar kembali pada fungsi utamanya sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat yang melibatkan masyarakat sipil, akademisi, dan tokoh publik berintegritas demi memastikan akuntabilitas institusi kepolisian.