Korban Banjir Tapanuli Selatan Berakibat Tragedi, Siapa Sih Pemilik PT NSHE?
PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) milik siapa? Perusahaan ini merupakan salah satu yang diberhentikan sementara oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Penyebab banjir di Tapanuli Selatan, benar atau salah?
Laporan BNPB yang dipublikasikan Kamis (11/12) menunjukkan total korban meninggal akibat banjir dan tanah longsor di Sumatera Utara mencapai 340 jiwa. Dari jumlah tersebut, 85 korban meninggal berasal dari Tapanuli Selatan. Banjir dan longsor di Sumatera Utara juga menyebabkan 11 ribu rumah rusak, 18 kabupaten terdampak, serta kerusakan sebesar 80 fasilitas umum, 60 fasilitas pendidikan, 19 rumah ibadah, dan 121 jembatan.
PT NSHE merupakan perusahaan yang melakukan pengembangan dan pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Saat ini, PT NSHE tengah mengembangkan PLTA Batang Toru di Sungai Batangtoru, Tapanuli Selatan. Berdasarkan temuan Mighty Earth, Direktur Utama PT NSHE bernama Shen Decai.
Penyebab banjir di Tapanuli Selatan berkaitan dengan program peningkatan kapasitas listrik menjadi 35.000 MW yang diluncurkan pada 4 Mei 2015. Peningkatan kapasitas listrik termasuk dalam Program Strategis Nasional (PSN). Komposisi 35.000 MW terdiri dari 10.000 porsi PLN dan 25.000 porsi pengembang swasta (IPP).
Guna mewujudkan program tersebut, PLN Nusantara Renewables akan mendapat peningkatan kapasitas listrik sebesar 510 MW dari PLTA Batang Toru yang dikelola dan dikembangkan PT NSHE. Listrik yang dihasilkan dari proyek ini akan dijual kepada PT PLN (Persero) berdasarkan perjanjian pembelian listrik untuk jangka waktu 30 tahun.
Secara umum, terdapat tiga perusahaan konsorsium dalam PT NSHE. Pemilik saham terbesar PT NSHE adalah PT Dharma Hydro Nusantara dengan kepemilikan saham 52,82 persen. Perusahaan lain adalah PT Fareast Green Energy (22,18 persen) dan PT Pembangkitan Jawa–Bali atau PLN Nusantara Renewables (25 persen).
Proyek PT NSHE seharusnya dibiayai oleh Bank Dunia. Namun, berdasarkan kajian lintas disiplin, kehadiran PT NSHE dianggap berpotensi merusak lingkungan. Sebab itu, lembaga Bank Dunia memilih mundur. Bank of China akhirnya maju sebagai investor dengan menggelontorkan dana hingga 1,6 miliar Dolar AS atau setara Rp21 triliun.
Penyedia jasa rekayasa, pengadaan, dan konstruksi untuk proyek pembangkit listrik tenaga air dipegang oleh Sinohydro. Sinohydro termasuk sebuah perusahaan rekayasa dan konstruksi air milik negara Cina.
PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) milik siapa? Perusahaan ini merupakan salah satu yang diberhentikan sementara oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Penyebab banjir di Tapanuli Selatan, benar atau salah?
Laporan BNPB yang dipublikasikan Kamis (11/12) menunjukkan total korban meninggal akibat banjir dan tanah longsor di Sumatera Utara mencapai 340 jiwa. Dari jumlah tersebut, 85 korban meninggal berasal dari Tapanuli Selatan. Banjir dan longsor di Sumatera Utara juga menyebabkan 11 ribu rumah rusak, 18 kabupaten terdampak, serta kerusakan sebesar 80 fasilitas umum, 60 fasilitas pendidikan, 19 rumah ibadah, dan 121 jembatan.
PT NSHE merupakan perusahaan yang melakukan pengembangan dan pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Saat ini, PT NSHE tengah mengembangkan PLTA Batang Toru di Sungai Batangtoru, Tapanuli Selatan. Berdasarkan temuan Mighty Earth, Direktur Utama PT NSHE bernama Shen Decai.
Penyebab banjir di Tapanuli Selatan berkaitan dengan program peningkatan kapasitas listrik menjadi 35.000 MW yang diluncurkan pada 4 Mei 2015. Peningkatan kapasitas listrik termasuk dalam Program Strategis Nasional (PSN). Komposisi 35.000 MW terdiri dari 10.000 porsi PLN dan 25.000 porsi pengembang swasta (IPP).
Guna mewujudkan program tersebut, PLN Nusantara Renewables akan mendapat peningkatan kapasitas listrik sebesar 510 MW dari PLTA Batang Toru yang dikelola dan dikembangkan PT NSHE. Listrik yang dihasilkan dari proyek ini akan dijual kepada PT PLN (Persero) berdasarkan perjanjian pembelian listrik untuk jangka waktu 30 tahun.
Secara umum, terdapat tiga perusahaan konsorsium dalam PT NSHE. Pemilik saham terbesar PT NSHE adalah PT Dharma Hydro Nusantara dengan kepemilikan saham 52,82 persen. Perusahaan lain adalah PT Fareast Green Energy (22,18 persen) dan PT Pembangkitan Jawa–Bali atau PLN Nusantara Renewables (25 persen).
Proyek PT NSHE seharusnya dibiayai oleh Bank Dunia. Namun, berdasarkan kajian lintas disiplin, kehadiran PT NSHE dianggap berpotensi merusak lingkungan. Sebab itu, lembaga Bank Dunia memilih mundur. Bank of China akhirnya maju sebagai investor dengan menggelontorkan dana hingga 1,6 miliar Dolar AS atau setara Rp21 triliun.
Penyedia jasa rekayasa, pengadaan, dan konstruksi untuk proyek pembangkit listrik tenaga air dipegang oleh Sinohydro. Sinohydro termasuk sebuah perusahaan rekayasa dan konstruksi air milik negara Cina.