Prabowo Sejajar Trump, El-Sisi hingga Erdogan Saat Foto KTT Perdamaian Gaza

Indonesia's President Joko Widodo has been drawing comparisons to world leaders during a recent photo opportunity at the Middle East peace summit in Jerusalem. The gathering, which brings together top officials from various countries to discuss a lasting resolution for the Gaza Strip conflict, saw President Widodo sitting alongside Turkish President Recep Tayyip Erdogan and Egyptian President Abdel Fattah El-Sisi.

Critics have pointed out that the Indonesian leader's seating arrangement mirrors that of US President Donald Trump at similar international gatherings. While some see this as a coincidence, others argue that it highlights a concerning tendency for regional players to replicate Western-style diplomacy.

Furthermore, experts have noted that Indonesia's President Widodo has been emulating the style of Egyptian President El-Sisi, who has been instrumental in brokering a fragile ceasefire between Israel and Palestinian militants. This phenomenon raises questions about whether emerging economies are borrowing from developed nations' playbook without fully understanding its implications.

Meanwhile, Turkey's Erdogan appears to be drawing inspiration from his own experiences with regional crises. By sitting alongside Widodo, he may be signaling that Ankara will play a key role in finding a solution to the Gaza conflict, which has sparked widespread outrage and protests across Turkey.

In this context, Indonesia's President Widodo seems to be playing a delicate balancing act. On one hand, his appearance at the Jerusalem summit is seen as an attempt to project Indonesian influence on the global stage. On the other hand, critics warn that by following in the footsteps of Western leaders, he risks losing touch with regional sensitivities and nuances.

As tensions in the Middle East continue to simmer, observers will be watching President Widodo's actions closely to see how he navigates this complex landscape. Will his efforts to forge alliances and broker peace succeed, or will they further entrench Indonesia's reputation as a junior partner to global powers? Only time will tell.
 
gak jelas sih, apa maksudnya kalau Presiden Jokowi ikut-ikutan gaya diplomatik barat tanpa mengerti nuansa lokal, itu salah buah hati kita, Indonesia perlu coba berekspresi sendiri di dunia internasional, tidak perlu ikut-ikutan apa pun yang dilakukan negara-negara maju
 
Guepessnya siapa nanti yang bakarnya? ๐Ÿคฃ Kita bisa nggak langsung ngomong soal ini di sini karena siapapun pasti suka-sukainya, tapi aku paling suka melihat bagaimana Jokowi bisa ikut-ikutan adegan diplomatik dari negara-negara lain. Maksudnya? Kita bisa jadi belajar dari kesalahan orang lain loh! ๐Ÿ˜‚
 
Gak ngertian apa yang maksudnya kalau Jokowi ikut-ikutan gaya diplomatik Barat tanpa memperhatikan nuansa regional. Itu kayak gini, kita Indonesia udah masuk ke arena internasional, tapi masih banyak yang belum mengerti bagaimana caranya berkomunikasi dengan orang-orang di sini.

Dan kalau dia ikut-ikutan gaya Erdogan, itu juga nggak baik. Karena Erdogan sendiri udah dipernah jadi bocor cerita tentang penindasan terhadap komunitas minoritas di Turki. Jadi, kalau Indonesia ikut-ikutan cara dia berdiploh, itu akan keluar salah.

Gak ada masalah kalau kita Indonesia ingin menunjukkan kekuatan dan kemampuan kita sebagai negara, tapi yang penting adalah kita harus memperhatikan sensitivitas dan nuansa regional. Jangan salah paham kalau kita ingin berdiploh dengan orang lain, tapi kita juga harus tahu apa yang kita lakukan.

Kita Indonesia harus lebih teliti dalam melakukan diplomasi internasional. Jangan ikut-ikutan gaya orang lain tanpa memperhatikan konsekuensi dari itu. Kita harus menjadi pemain utama di arena internasional, bukan junior partner ke global powers.
 
Gue pikir itu bisa bikin Indonesia terlihat kurang istimewa deh ๐Ÿค”. Siapa bilang kita harus ikut main peran drama di antara negara-negara lain, gini? Kita punya kemerdekaan yang besar, tapi sepertinya kita masih banyak belajar dari mereka aja ๐Ÿ˜…. Mungkin itu bisa jadi kesempatan bagus bagi kita untuk menunjukkan watak kita sendiri, bukan sekadar ikut-ikutan.
 
ini kayaknya ketergantungan terlalu tinggi pada model diplomasi barat ya... apa yang kita lakukan kalau mereka sih tidak suka kita? ๐Ÿค”

ada baiknya kita harus lebih fokus pada solusi-solusi lokal dan regional, bukan hanya memikirkan bagaimana cara kita bisa masuk ke dalam permainan global seperti mereka. ๐ŸŒ

dan apa yang salah dengan model diplomasi barat ya? ini juga punya kelebihannya, kayaknya kita tidak akan sembarangan membawa kepentingan kita sendiri ke sana. ๐Ÿ˜Š

tapi, kembali ke gambaran di Jerusalem... saya rasa Presiden Widodo harus lebih berhati-hati dalam memilih contoh-contoh dari mereka, agar kita bisa menemukan solusi yang sebenarnya sesuai dengan kepentingan kita sendiri. ๐Ÿค
 
Gue punyamunah banget sih! ๐Ÿคฃ President Joko Widodo kayak gini kayak orang yang belajar dari buku teks diplomasi Barat tanpa memahami konteks Indonesia sendiri, kayaknya. Masa kalau kita Indonesia harus jadi ikon Barat juga? ๐Ÿ™„ Tapi aku nggak bermaksud bilang bahwa President Widodo tidak tahu apa-apa, tapi gue rasa dia harus lebih berhati-hati dalam memilih contoh dari mereka yang sudah sukses. Kita Indonesia punya kelebihan sendiri, kayaknya! ๐Ÿ‡ฎ๐Ÿ‡ฉ
 
Gue penasaran sih bagaimana kalau Indonesia buka embassy di Timur Tengah nanti. Apakah kita akan bisa menjadi pemain utama di permainan geopolitik dunia, atau kita masih jadi pengikut belakang? ๐Ÿค”

Aku pikir kalau president Widodo sedang mencoba berpura-pura seperti Western world, tapi gue ragu apakah dia benar-benar paham apa yang sebenarnya dipertimbangkan oleh masyarakat di sini. Kita jangan lupa bahwa Indonesia memiliki peran penting dalam menyelesaikan konflik di Gaza, tapi apakah kita siap untuk mengambil bahana? ๐ŸŒŸ

Saya harap president Widodo bisa menjadi pemimpin yang bijak dan tidak terlalu bergantung pada Western world. Kita perlu menemukan jalan tengah yang seimbang antara berbagi kecerdasan dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat lokal. ๐Ÿ™
 
๐Ÿค” aku rasa udah waktunya kita buang-buang pikiran tentang masa lalu ketika gerakan-gerakan sosial aktivis benar-benar memicu perubahan ๐Ÿ˜Š. sekarang, nampaknya Indonesia sudah "mencoba" meniru cara-cara penguasa-penguasa Barat tanpa benar-benar memahami konsekuensinya ๐Ÿคทโ€โ™‚๏ธ. ini bikin aku merasa penasaran, apa yang sebenarnya dimaksudkan dengan "projecting influence on the global stage" di sini? apakah itu berarti kita ingin menjadi seperti mereka dan mengabaikan perbedaan regional? ๐ŸŒŽ๐Ÿ˜•
 
Lihat siapa nggak sih... Presiden Jokowi duduk di meja bersama Erdogan dan El Sisi sama sekali mirip dengan Trump. Bisa jadi kebetulan, tapi aku pikir ada sesuatu yang tidak beres. Kalau Indonesia mau jadi pemain besar di dunia, nggak perlu ikut-ikutan caranya Western aja... Lalu apa keuntungannya sih? Ngeliatin saja betapa kompleksnya situasi timur tengah, kalau Indonesia bisa membantu menjawab masalah yang sama, nggak salah. Tapi apakah itu bisa dilakukan dengan cara yang tidak berhubungan dengan Western-style diplomacy?
 
Gue pikir apakah ini tapi juga bagus banget sih, bahwa Widodo bisa jadi ngasih Indonesia jati diri di mata dunia, tapi gue khawatir, kalau kalian lupa, Indonesia bukan negara kecil lagi, kita punya kekuatan dan pengaruh sendiri. Mungkin apa ini juga salah strategi, karena siapa tau, kita bisa jadi ngasih contoh lain yang lebih baik di dunia ini.
 
Gue rasanya kalau Widi ini memang mau jadi bagian dari 'kartel' diplomasi Barat, tapi kalau demikian, kenapa nggak ada konsekuensi untuk Indonesia sendiri, apa keuntungan apa aja? Gue pikir kalau kalau kita terlalu serenada sama diplomatikan Barat, kita juga akan kalah dalam berdiskusi dengan mereka, karena kita tidak punya pemahaman yang sama. Misalnya, bagaimana kalau kita mau brokernya sendiri, tapi kita belum pernah melihat kasus brokeran seperti ini sebelumnya? ๐Ÿ˜
 
Gue jadi penasaran kalau presiden Widodo ikut-ikutan gaya diplomacy barat tanpa memikirkan konsekuensi di Indonesia sendiri ๐Ÿค”. Gua pikir kalau kita harus lebih berfokus pada solusi yang sebenarnya bisa dilakukan, bukan hanya ikut-ikutan gaya orang lain. Mungkin kita perlu berdiskusi lebih lanjut tentang apa itu kemampuan kita sebagai negara berbasis agama seperti Islam untuk memberikan kontribusi pada perdamaian di Mediterania ๐Ÿ•Š๏ธ.

Gue juga penasaran kalau presiden Widodo mau tidak mau bagaimana cara dia akan mengatasi masalah ini nanti. Kalau dia memang ikut-ikutan gaya barat, maka kita harus menanyakan apakah itu adalah pilihan yang tepat untuk Indonesia, bukan hanya sekedar mengejar popularitas di dunia internasional ๐Ÿคทโ€โ™‚๏ธ.
 
kembali
Top